Anemia

Penyakit anemia telah mempengaruhi lebih dari 30 persen populasi dunia, dan menjadi salah satu masalah kesehatan dunia yang paling penting.

Anemia memiliki suatu tingkat kelaziman yang signifikan di negara-negara industrialisasi dan berkembang.

Penyebab anemia antara lain kekurangan gizi, terutama zat besi, vitamin B12, dan folate (folic acid); kehilangan darah yang berlebihan dari menstruasi atau penyakit kronis dan infeksi; mencerna zat-zat beracun, misalnya timah, ethanol dan zat-zat lain; dan ketidak normalan genetik misalnya thalassemia dan sideroblastosis.

Anemia itu disebabkan oleh suatu defisiensi dalam asupan dan penyerapan unsur-unsur yang dibutuhkan untuk memproduksi cell-cell darah merah. Kondisi ini di definisikan sebagai suatu keadaan dimana darah itu mengalami kekurangan dalam cell-cell darah merah, dalam hemoglobin, atau dalam volume total.

Akibatnya darah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan jaringan-jaringan tubuh akan oksigen.

Anemia itu di cirikan dengan perubahan-perubahan dalam ukuran dan warna dari cell-cell darah merah. Cell-cell darah merah, atau erythrocytes, itu utamanya bertanggung jawab untuk transportasi oksigen dari paru-paru ke berbagai cell tubuh.

Hemoglobin adalah suatu protein pengangkut oksigen di dalam cell darah merah yang menggabungkan zat besi ke dalam strukturnya. Karenanya, zat besi itu suatu building block essensial bagi erythrocytes.

Saat cell-cell darah merah itu lebih besar dibanding ukuran normal, anemia itu di istilahkan sebagai macrocytic, dan saat lebih kecil dibanding normal, itu disebut microcytic.

Cell darah merah normal itu disebut normochromic, dan jika cell-cell ini tampak pucat, maka anemia itu disebut hypochromic.

Saat test laboratorium ekstensif itu tidak tersedia untuk diagnosa, penggunaan suatu colorimeter portable bisa digunakan untuk mendeteksi anemia.

Anemia Kekurangan Zat Besi

Anemia di negara berkembang itu umumnya disebabkan oleh suatu defisiensi zat besi, yang mempengaruhi 50% dari populasi di beberapa negara.

Kekurangan zat besi itu bukan cuma mempengaruhi produksi cell-cell darah merah, tapi juga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang biakan cell secara keseluruhan di dalam sistem syaraf dan saluran pencernaan. Cell-cell pada pasien anemia yang kekurangan zat besi itu microcytic dan hypochromic.

Kekurangan zat besi mempengaruhi anak-anak, remaja, dan wanita berusia subur—tiga periode selama pertumbuhan pesat dimana kebutuhan tubuh akan zat besi itu lebih tinggi dibanding normal.

Pada anak-anak, kebutuhan zat besi itu lebih tinggi antara usia 6 sampai 18 bulan, dan bisa 10 kali lebih tinggi dibanding kebutuhan orang dewasa normal.

Zat besi itu umumnya diserap dari susu manusia dan susu sapi, dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup, sumber-sumber ini bisa memenuhi kebutuhan tubuh akan zat besi.

Suatu defisiensi bisa disebabkan oleh asupan yang tidak cukup, atau bisa terjadi jika susu masih satu-satunya sumber gizi seorang anak setelah berusia 4 bulan, saat kebutuhan zat besi melebihi yang disediakan oleh susu saja.

Penelitian di Chile telah menunjukkan bahwa 40 persen dari anak-anak yang sumber utama gizinya adalah asi itu mengembangkan anemia kekurangan zat besi. Anak-anak tersebut bisa tampak lelah dan kurang memperhatikan, dan mereka menderita penundaan pengembangan gerakan.

Sebagian anak bahkan bisa mengembangkan keterbelakangan ringan sampai menengah sebagai akibat dari anemia kekurangan zat besi.

Penelitian terbaru telah menunjukkan bahwa anemia kekurangan zat besi itu juga bisa berkontribusi pada gangguan-gangguan perkembangan emosional, dengan anak-anak yang kekurangan gizi itu bersikap lebih mudah marah dan rewel.

Wanita hamil bisa memiliki kebutuhan zat besi dua kali lebih banyak dibanding orang dewasa normal, dengan mayoritas zat besi sang ibu ditransfer ke janin yang sedang berkembang.

Diet-diet orang dewasa di sebagian besar negara berkembang itu cenderung rendah dalam zat besi, dan bisa mengakibatkan kekurangan zat besi.

Defisiensi juga bisa terjadi sebagai akibat dari penyerapan zat besi yang buruk karena gastrointestinal pathology, kehilangan darah akibat menstruasi normal, kehilangan darah karena infeksi parasit misalnya hookworm dan malaria, dan kehilangan darah akibat diare kronis—yang semuanya umum terjadi di negara-negara berkembang.

Penyebab-penyebab Lain

Dua penyebab utama dari anemia lainnya dari anemia nutrisional adalah kekurangan vitamin B12 dan folic acid, dimana keduanya diperlukan untuk memproduksi DNA, RNA, dan protein.

Tanpa faktor-faktor yang diperlukan tersebut, cell-cell darah merah bisa berkembang secara tidak normal, atau bahkan mati secara prematur di dalam tulang rawan dimana mereka diproduksi. Ini mengarah pada apa yang dikenal sebagai megaloblastic anemia.

Kekurangan folate itu seringkali disebabkan oleh penyerapan usus yang buruk atau asupan yang rendah dari makanan-makanan yang banyak mengandung folate misalnya asi, susu sapi, buah, sayuran dan daging tertentu. Juga disebabkan oleh cacat-cacat bawaan di dalam penyerapan usus.

Sama seperti zat besi, kebutuhan-kebutuhan folic acid itu labih tinggi dimasa pertumbuhan pesat, terutama selama masa balita dan kehamilan. Anak-anak yang kekurangan folate mengalami gejala-gejala umum anemia, juga diare kronis.

Defisiensi folate bisa juga terjadi dengan kwashiorkor atau marasmus. Jika itu terjadi selama masa kehamilan, defisiensi folate bisa mengarah pada cacat-cacat neural tube, aborsi spontang, dan prematurity.

Vitamin B12, yang berasal dari suatu zat yang disebut cobalamin, itu utamanya di temukan pada daging dan produk-produk hewan—manusia tidak bisa mensintesa sendiri vitamin ini.

Suatu jumlah penyerapannya yang bagus itu tergantung pada kehadiran suatu zat yang disebut intrinsic factor. Itu biasanya tidak terjadi dengan kwashiorkor atau marasmus.

Defisiensi folate dan vitamin B12 itu juga sudah dihubungkan dengan penyakit cardiovascular, gangguan-gangguan mood, dan meningkatnya frekuensi dari chromosomal break (yang mungkin berkontribusi pada pengembangan kanker).

Pengobatan

Masing-masing penyebab penting dari anemia nutrisional bisa di atasi melalui pencegahan dan pengobatan. Banyak negara telah memulai proses ini dengan menyelenggarakan program-program supplementasi makanan di mana grain dan sereal itu diperkaya dengan zat besi, folate, atau vitamin B12.

Dengan sumber-sumber yang cukup, defisiensi ini juga bisa di atasi dengan menggunakan supplement-supplement oral zat besi, vitamin B12, dan folic acid. Bentuk-bentuk zat besi yang bisa disuntikkan itu juga tersedia.

Telah ditemukan bahwa supplementasi vitamin A pada suatu populasi yang beresiko itu memperbaiki anemia secara lebih efisien dibanding zat besi saja.

Perencaan pengobatan juga harus difokuskan pada penyebab anemia dan karenanya harus menyertakan sanitasi, pengobatan infeksi misalnya malaria dan HIV, dan yang terpenting, pengobatan parasit-parasit di dalam usus.