Makanan Sehat - Jahe
Jahe, yang banyak disinggung dalam tulisan-tulisan kuno dari China, India dan Timur Tengah, telah lama dipuji karena kualitas aroma dan rasanya.
Namun, jahe mungkin lebih dikenal karena memiliki berbagai khasiat pengobatan yang luar biasa.
Salah satunya, yang pertama dan utama, adalah khasiat jahe untuk mengatasi masalah-masalah pencernaan misalnya mual-mual.
Jahe juga dianggap bermanfaat untuk penyakit-penyakit anti-peradangan misalnya osteoarthritis. Dan setidaknya, sebagian orang beranggapan bahwa jahe itu bermanfaat untuk menjaga kesehatan jantung.
Tentu, adalah penting untuk meninjau ulang berbagai hasil penelitian mengenai jahe.
Mual-mual
Sebuah studi Australia yang dipublikasikan tahun 2003 di Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynaecology, mengamati efek ekstrak jahe terhadap morning sickness (rasa mual di pagi) pada 120 wanita, yang semuanya sedang hamil kurang dari 20 bulan.
Studi ini menyertakan wanita yang setiap hari mengalami morning sickness selama minimal satu minggu, dan wanita yang tidak bisa mendapat kesembuhan dari memodifikasi pola makan.
Para wanita ini entah akan mendapat 125 mg ekstrak jahe (1,5 g jahe kering) atau sebuah placebo sebanyak 4 kali per hari, selama 4 hari. Setelah hari pertama perawatan, wanita yang mengkonsumsi ekstrak jahe, secara signifikan lebih jarang mengalami rasa mual dibanding wanita yang mendapat placebo.
Meski tidak ada perbedaan yang signifikan dalam muntah-muntah, tapi wanita yang yang mengkonsumsi jahe lebih jarang mengalami muntah-muntah. Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘Jahe bisa dianggap sebagai perawatan yang bermanfaat untuk wanita yang menderita morning sickness.’’
Penelitian kedua mengenai manfaat jahe untuk morning sickness pada wanita Australia dipublikasikan tahun 2004 di Obstetrics & Gynecology. Selama tiga minggu, 219 wanita, dengan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, diberikan entah 1,05 g jahe atau 75 mg vitamin B6 setiap hari.
Dalam kedua kelompok, lebih dari setengah wanita ini mengalami peningkatan; tidak terdapat perbedaan yang mencolok dalam hasil-hasil.
Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘bagi wanita yang ingin mencari obat untuk mengatasi rasa mual, dan muntah-muntah, penggunaan jahe pada masa-masa awal kehamilan akan mengurangi gejala-gejala tersebut yang setara dengan vitamin B6.’’
Studi ketiga, yang dipublikasikan tahun 2003 di American Journal of Obstetrics and Gynecology, membandingkan 187 wanita hamil yang menggunakan jahe untuk mengatasi rasa mual dan muntah-muntah, dengan kelompok kontrol yang terdiri dari 187 wanita yang tidak menggunakan perawatan apapun.
Jahe tampaknya ‘‘sedikit’’ membantu wanita yang mengalami rasa mual dan muntah, dan tidak ‘‘tampak memberikan peningkatan pada tingkat dari malformation utama diatas tingkat dasar.’’
Dalam sebuah studi yang dilakukan di Thailand dan dipublikasikan tahun 2007 di Alternative Medicine Review, para peneliti mencoba untuk menentukan apakah jahe bisa mengurangi atau mencegah mual-mual dan muntah-muntah yang sering mengiringi operasi gynecologic besar.
Para peneliti mempelajari sebanyak 120 wanita yang akan menjalani operasi gynecologic besar. Sebelum dioperasi, 60 wanita mendapat dua kapsul jahe; 60 wanita lainnya mendapat sebuah placebo.
Para peneliti menyatakan bahwa wanita yang diberi jahe sebelum dioperasi mengalami penurunan yang lebih signifikan dalam rasa mual dan muntah, dibanding wanita yang diberi placebo.
Para peneliti mencatat bahwa, ‘‘jahe memiliki keampuhan dalam pencegahan rasa mual dan muntah setelah operasi gynecologic besar.’’
Studi lain dari Thailand, yang dipublikasikan tahun 2006 di American Journal of Obstetrics & Gynecology, meninjau ulang 5 percobaan placebo-kontrol terhadap 363 pasien yang dipilih secara acak.
Kelima studi ini membandingkan penggunaan suatu dosis tetap dari jahe dengan placebo, terhadap rasa mual dan muntah yang dialami oleh pasien setelah 24 jam menjalani operasi gynecological atau operasi yang lebih kecil.
Timbulnya rasa mual dan muntah pada mereka yang mendapat minimal satu gram jahe itu 1/3 lebih jarang dibanding mereka yang mendapat placebo. Tapi, studi ini masih tetap memiliki beberapa keterbatasan.
Misalnya, mayoritas pasien adalah orang Asia dengan berat yang rata-rata hanya 50 kg. Dosis yang diperlukan mungkin perlu ditingkatkan untuk orang-orang yang bertubuh lebih besar.
Meski begitu, para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘penggunaan jahe itu adalah sebuah sarana yang efektif untuk mengurangi rasa mual dan muntah setelah operasi.’’
Sudah diketahui juga bahwa orang yang menjalani perawatan chemotherapy sering mengalami rasa mual.
Sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2006 di Neurogastroenterology & Motility mencoba untuk menentukan apakah jika makanan-makanan yang tinggi protein dikombinasikan dengan jahe itu bisa membantu mengontrol rasa mual setelah chemotherapy.
Selama tiga hari, setelah menjalani chemotherapy, 28 pasien kanker ditempatkan pada salah satu dari tiga kelompok.
Kelompok kontrol memakan diet seperti biasa. Kelompok kedua memakan sebuah minuman protein dan satu gram akar jahe dua kali sehari. Kelompok ketiga memakan minuman protein ditambah protein powder dan satu gram akar jahe dua kali sehari.
Para peneliti menemukan bahwa ‘‘makanan-makanan tinggi protein yang dikombinasikan dengan jahe itu mengurangi rasa mual setelah chemotherapy, dan mengurangi penggunaan obat-obatan antiemetic [anti-mual]. Efek-efek anti mual dari makanan-makanan berprotein tinggi dan jahe itu berhubungan dengan peningkatan dari aktivitas normal gastric myoeletrical [arus listrik yang dihasilkan oleh otot] dan mengurangi gastric dysrhythmias [aktivitas elektris tidak normal di dalam perut].’’
Kesehatan Jantung dan Penderita Diabetes
Para peneliti di Kuwait University mempelajari peranan yang mungkin dipegang oleh jahe pada tikus-tikus yang telah diberi perawatan untuk mengembangkan diabetes.
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2006 di British Journal of Nutrition, para peneliti mencatat bahwa tikus-tikus yang mengembangkan diabetes itu cenderung untuk memililiki kadar gula darah yang tinggi dan mengalami penurunan berat badan.
Para peneliti memberi makan tikus-tikus ini dengan jahe mentah--500 mg per kg berat tubuh per hari--selama tujuh minggu. Tikus dari kelompok terpisah, yang tidak diberi jahe, bertindak sebagai kelompok kontrol.
Pada akhir studi, tikus-tikus yang diberi makan jahe mengalami penurunan yang lebih signifikan dalam kadar gula darah, kolesterol dan triglycerides dibanding tikus-tikus yang berada dalam kelompok kontrol.
Jahe juga tampaknya mengurangi sebagian dari komplikasi yang berhubungan dengan diabetes misalnya protein di dalam urine, pengeluaran urine yang berlebihan, dan asupan air yang berlebihan. ‘‘Karenanya, dari penelitian ini bisa disimpulkan bahwa jahe mentah punya potensi yang signifikan untuk perawatan diabetes.’’
Osteoarthritis pada Lutut
Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2001 di Arthritis & Rheumatism, para subjek yang menderita osteoarthritis tingkat menengah dibagian lutut dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama mendapat 255 mg konsentrat akar jahe dua kali sehari selama 6 minggu, sedangkan kelompok satunya lagi mendapat placebo.
Setelah melewati masa pembersihan, kelompok yang awalnya mendapa jahe diberi placebo, dan kelompok yang awalnya mendapat placebo diberi jahe. Pada akhir studi, 247 pasien di evaluasi.
Para peneliti menemukan bahwa jahe tampak menunjukkan perbaikan yang nyata terhadap rasa nyeri akibat osteoarthritis. ‘‘Ekstrak jahe murni dan standard secara statistik punya efek signifikan terhadap pengurangan gejala-gejala dari OA [osteoarthritis] pada lutut.’’
Tapi, sebagian peserta melaporkan efek samping berupa gangguan pencernaan misalnya bersendawa, buang gas, mual, dan dada terasa agak panas.
Dalam sebuah artikel yang dipublikasikan tahun 2005 di Journal of Medicinal Food, para peneliti dari Department of Orthopedic Surgery di Johns Hopkins University School of Medicine mencatat bahwa kemampuan anti-peradangan yang dimiliki jahe telah dikenal sejak berabad-abad lamanya.
Terlebih lagi belakangan ini, banyak penelitian telah dilakukan mengenai kemampuan tersebut, dan saat ini secara umum mengakui bahwa ‘‘modulasi jalur biokimia dari jahe diaktifkan dalam peradangan kronis.’’
Tapi, sebuah artikel yang dipublikasikan tahun 2007 di American Family Physician tampaknya tidak setuju dengan pendapat itu.
Mengomentasi penggunaan jahe untuk radang sendi, Brett White, MD, menulis, ‘‘Dalam studi-studi terbatas mengenai penggunaan jahe untuk mengatasi gejala-gejala radang sendi telah ditemukan hasil-hasil yang saling bertentangan’’
Peringatan!
Meski allergi terhadap jahe itu tidak umum, tapi sudah diketahui bahwa itu ada.
Dan, orang-orang yang sedang menjalani pengobatan blood-thinning (pengencer darah), misalnya warfarin, sebaiknya berkonsultasi dulu dengan dokter sebelum mengkonsumsi jahe, sekalipun untuk dikonsumsi dalam skala menengah.
Nah, haruskah jahe menjadi bagian dari diet? Untuk sebagian besar orang, ya.