Makanan Sehat - Buckwheat

Berasal dari Asia dan Eropa Utara, buckwheat banyak ditanam di China mulai dari abad ke 10 sampai ke 13.

Selama abad ke 14 dan 15, buckwheat juga tumbuh di Eropa dan Russia.

Orang Belanda membawa buckwheat ke Amerika pada abad ke 17.

Buckwheat banyak mengandung manganese, magnesium dan serat. Meski sebagian besar seratnya adalah insobluble, yang mensupport gastrointestinal tract, tapi buckwheat juga mengandung serat soluble, yang menurunkan kolesterol dan memperlambat pencernaan, membuat seseorang merasa kenyang untuk waktu yang lebih lama.

Selain itu, buckwheat juga mengandung amino acids, protein, copper, selenium, zinc, juga flavonols rutin dan quercetin.

Adalah hal yang menarik untuk dicatat bahwa buckwheat itu bukanlah wheat atau sereal grain. Meski terlihat mirip dan dipersiapkan sebagai sebuah grain, tapi buckwheat sebenarnya adalah buah dari tanaman broadleaved, yang berhubungan dengan rhubarb.

Buckwheat sendiri tidak mengandung gluten. Jadi, dia bisa menjadi suatu pilihan yang bagus untuk orang-orang yang punya sensitivitas terhadap gluten atau celiac disease.

Namun, buckwheat sering digunakan untuk membuat roti, pasta dan pancakes. Dan tergantung dari bahan-bahan lain, itu mungkin mengandung atau tidak mengandung gluten. Misalnya, buckwheat mungkin dikombinasikan dengan tepung terigu untuk membuat soba noodles, yang tidak mengandung gluten.

Buckwheat memang tampaknya tidak menjadi suatu grain yang favorit di Amerika. Itu mungkin akan berubah saat semakin banyak orang yang mendengar tentang apa yang dipelajari oleh oleh para peneliti.

Kesehatan Jantung

Para peneliti Wisconsin tahu bahwa makanan yang mengandung protein, misalnya kedele, itu mampu untuk menurunkan kadar kolesterol.

Mereka juga sadar bahwa penelitian terhadap hewan telah membuktikan bahwa protein buckwheat mampu meningkatkan jumlah kolesterol yang terdapat di fecal excretion dan menurunkan jumlah serum kolesterol di rodent.

Jadi, mereka memutuskan untuk menggunakan contoh cell usus manusia untuk memahami bagaimana protein buckwheat bisa mengubah penyerapan kolesterol.

Dalam sebuah studi tahun 2007 yang dipublikasikan di Journal of Agricultural and Food Chemistry, para peneliti menemukan bahwa protein buckwheat memiliki kemampuan yang kuat untuk mengikat kolesterol. Sehingga, protein tersebut mengurangi penyerapan kolesterol sebanyak 47 persen.

Kolesterol usus yang tidak terserap itu dibuang keluar dari tubuh, sehingga mengurangi jumlah kolesterol yang bersirkulasi di dalam darah. Sebagai hasilnya, konsumsi rutin dari buckwheat membantu menghilangkan lebih banyak kolesterol dari dalam darah dan menurunkan level dari serum kolesterol.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di Journal of Food Science, para peneliti Jepang menyelidiki efek-efek dari memberi makan tikus dengan sebuah diet yang memperkaya kolesterol, entah melalui protein buckwheat atau protein tartary buckwheat.

Para peneliti menemukan bahwa produk protein buckwheat dan produk protein tartary buckwheat mengurangi level kolesterol sebanyak 32 dan 25 persen, secara berturut-turut.

Para peneliti menyimpulkan bahwa jika buckwheat terbukti sama efektifnya pada manusia, itu mungkin akan bermanfaat bagi jutaan orang yang sedang berhadapan dengan peningkatan level kolesterol.

Dalam sebuah studi Korea Utara tahun 2008 yang dipublikasikan di Annals of Nutrition and Metabolism, para peneliti memberi makan 40 tikus jantan dengan sebuah diet obesogenic (sebuah diet yang memacu obesitas) selama empat minggu. Kemudian, tikus-tikus tersebut dibagi menjadi empat kelompok.

Selama empat minggu berikutnya, masing-masing kelompok diberi makan sebuah diet yang mengandung salah satu dari makanan-makanan berikut ini: nasi putih, adlay; buckwheat, atau waxy barley.

Para peneliti menemukan bahwa tikus-tikus yang memakan diet yang diperkaya dengan adlay-buckwheat- dan waxy-barley mengalami peningkatan besar dalam level triglycerides dibanding tikus-tikus yang memakan diet yang diperkaya dengan nasi putih.

Tikus-tikus yang memakan diet yang ditambah dengan buckwheat - dan waxy barley, mengalami penurunan dalam level kolesterol total dan LDL (jahat) dan peningkatan dalam level kolesterol HDL (baik) dibanding tikus-tikus yang memakan diet plus nasi putih.

Tikus-tikus yang memakan buckwheat dan waxy barley memiliki aortic lumen (opening) yang lebih besar dibanding yang memakan adlay dan nasi putih.

Para peneliti mencatat bahwa ‘‘konsumsi dari diet yang mengandung buckwheat dan waxy barley, secara signifikan memperbaiki beberapa faktor resiko yang disebabkan oleh obesitas pada tikus-tikus percobaan.’’

Manajemen Diabetes

Dalam sebuah studi tahun 2003 yang dipublikasikan di Journal of Agricultural and Food Chemistry, para peneliti menemukan bukti bahwa buckwheat mungkin bermanfaat bagi orang-orang yang berhadapan dengan diabetes.

Para peneliti memulai dengan sekitar 40 tikus yang dipicu untuk mengalami diabetes type 1 secara kimiawi. Sebagian dari tikus-tikus itu lalu diberikan sebuah dosis dari ekstrak buckwheat, dan sebagian lagi placebo.

Setelah 90 menit dan 120 menit, glukosa dari tikus-tikus tersebut di ukur. Meski tidak ada pengurangan glukose pada tikus yang diberikan placebo, namun tikus-tikus yang diberikan ekstrak biji buchwheat mengalami penurunan level glukose sebanyak 12 sampai 19 persen.

Menurut para peneliti, buckwheat mampu untuk menurunkan level glukose karena banyak mengandung sebuah senyawa yang dikenal sebagai chiroinositol, yang membuat cell-cell jadi lebih sensitif terhadap insulin.

Kanker

Sebuah studi National Cancer Institute yang dipublikasikan pada tahun 2008 di Lung Cancer mencatat bahwa di pedalaman Xuanwei County, China, banyak terjadi kanker paru-paru.

Itu perkirakan akibat langsung dari asap hasil pembakaran batu bara untuk memasak dan ventilasi rumah yang kurang baik. ‘‘Sehingga, penduduk bisa jadi terekspose pada emisi batu bara carcinogenic bukan cuma melalui pernapasan tapi juga pencernaan dari makanan yang dimasak.’’

Para peneliti melakukan sebuah studi kontrol berbasis populasi dari kelompok ini yang terdiri dari 498 orang penderita kanker paru-paru dan 498 orang yang berada dalam kelompok kontrol.

Mereka menemukan bahwa asupan nasi, sayuran hijau, jamur dan daging segar itu berhubungan dengan sebuah peningkatan dalam resiko dari kanker paru-paru. Sebaliknya, konsumsi dari buckwheat, jagung, lobak, selada, melon, acar-acaran, dan daging yang diasinkan itu berhubungan dengan pengurangan resiko untuk kanker paru-paru.

Jadi, setidaknya dalam studi ini, buckwheat berada diantara beberapa makanan yang dipercaya bisa menurunkan resiko dari kanker paru-paru.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di International Journal of Epidemiology, para peneliti menggunakan data dari UK Women’s Cohort Study untuk mereview hubungan antara serat diet, misalnya serat di dalam buckwheat, dengan timbulnya kanker payudara.

Studi ini menyertakan 35.972 wanita pre-menopausal dan postmenopausal. Pada wanita pre-menopausal, ditemukan sebuah hubungan secara statistik antara jumlah total asupan serat dengan resiko dari kanker payudara.

Bahkan, wanita pre-menopausal yang memakan lebih dari 30 gram serat per hari, mampu mengurangi setengah dari resiko mereka untuk menderita kanker payudara.

Saat dibandingkan dengan wanita pre-menopausal yang memakan serat kurang dari 20 gram per hari, mereka memiliki sebuah pengurangan resiko kanker payudara sebanyak 52 persen.

Serat dari whole grain, misalnya buckwheat, paling banyak menawarkan perlindungan. Wanita pre-menopausal yang memakan setidaknya 13 gram serat wholegrain per hari, punya 41 persen penurunan dalam resiko dari kanker payudara dibanding wanita pre-menopausal yang memakan kurang dari 4 gram per hari.

Secara statistik, tidak terlihat hubungan seperti itu pada wanita post-menopausal.

Kesehatan Secara Umum

Dalam sebuah studi cross-sectional yang dipublikasikan pada tahun 2007 di Clinical and Experimental Pharmacology and Physiology, para peneliti dari Shanghai, China, mengambil sampel sebanyak 3.542 orang dari dua wilayah perbatasan Inner Mongolia, China.

Satu kelompok mengkonsumsi buckwheat sebagai makanan utama; kelompok lain mengkonsumsi jagung.

Para peneliti berharap untuk menemukan sebuah hubungan antara tingkat hypertensi (tekanan darah tinggi), konsentrasi lemak darah yang tidak normal, dan hyperglycemia (level gula darah yang tinggi) dengan konsumsi dari makanan-makanan utama ini.

Secara statistik, para peneliti menemukan hubungan yang signifikan antara ke dua kelompok. Kelompok yang memakan biji buckwheat punya level tekanan darah, lemak dan gula darah yang lebih baik dibanding kelompok yang mengkonsumsi jagung.

Para peneliti menyimpulkan bahwa buckwheat mungkin membantu pencegahan dari gangguan-gangguan medis ini.

Jadi, haruskah buckwheat disertakan ke dalam diet?

Kecuali seseorang punya allergi terhadap buckwheat, sudah seharusnya buckwheat menjadi bagian dari diet.