Makanan Sehat - Bawang Bombai

Selama minimal 5.000 tahun, sejak bawang bombai pertama kali di budidayakan, banyak orang yang percaya bahwa bawang bombai itu memiliki kemampuan pengobatan.

Bahkan, sejak jaman Mesir kuno, bawang bombai sudah menjadi suatu objek dari pemujaan, dan Dioscorides, seorang ahli pengobatan Yunani abad pertama, menganjurkan para atlit yang berpartisipasi dalam pertandingan Olympiade untuk banyak mengkonsumsi bawang bombai (bawang bakung).

Selain itu, dia menganjurkan mereka untuk meminum jus bawang bombai dan menggosokkannya ke tubuh mereka.

Selama abad pertengahan, bawang bombai sudah dianggap sebagai makanan. Bawang bombai juga digunakan untuk mengobati sakit kepala, gigitan ular, dan rambut rontok.

Bahkan, para peziarah membawa bawang bombai bersama mereka saat melakukan perjalanan ke pantai-pantai Amerika.

Saat ini, bawang bombai, yang rata-rata hanya memiliki 45 kalori per sajian, itu dianggap sebagai suatu makanan bebas lemak dan kolesterol yang mengandung serat dan vitamin C, tapi sangat rendah dalam sodium.

Bawang bombai juga banyak mengadung quercetin, yaitu suatu flavonoid yang dipercayai mampu memberikan perlindungan terhadap penyakit kanker dan cardiovascular. Tapi, apa yang telah di dapat dari hasil penelitian?

Kanker Colorectal

Dalam sebuah studi tahun 2008 di Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention, orang-orang dewasa (berusia rata-rata 61 tahun) yang memiliki precancerous colorectal polyps (adenomas), ditugaskan pada salah satu dari dua kelompok, yaitu kelompok yang akan menjalani suatu diet tertentu, dan sebuah kelompok yang berfungsi sebagai kontrol.

Selama studi, para peneliti mengevaluasi hubungan antara jumlah asupan dari 29 jenis flavonoid yang berbeda, dengan tingkat pertumbuhan dari kambuhnya adenoma-adenoma colorectal dari para peserta.

Para peneliti menemukan bahwa semakin tinggi jumlah asupan flavonol, yaitu suatu subgroup dari flavonoid, misalnya yang ditemukan dalam bawang bombai, itu berhubungan dengan suatu penurunan dalam resiko dari kambuhnya adenoma tingkat lanjut.

Saat dibandingkan dengan mereka yang paling sedikit mengkonsumsi flavonol, mereka yang paling banyak mengkonsumsi flavonol itu memiliki 76 persen dalam penurunan dari resiko dari kambuhnya adenoma.

Kanker Ovarian

Sebuah studi Italia, yang dipublikasikan tahun 2008 di International Journal of Cancer, mengamati hubungan antara kanker ovarian dengan konsumsi dari makanan-makanan yang banyak mengandung flavonoid.

Studi ini menyertakan 1.031 wanita yang di diagnosa menderita kanker ovarian, dan 2.411 wanita yang berada dalam kelompok kontrol.

Para peneliti menemukan bahwa mereka yang diet-nya banyak menyertakan flavonoid, bisa mengurangi resiko sebanyak 50 persen untuk mengalami kanker ovarian.

Kanker Pancreatis

Dengan menggunakan data dari Multiethnic Cohort Study, yang berisi data pola makan serta data-data lain dari 183.518 orang yang berusia antara 54 sampai 75 tahun, para peneliti menganalisa ulang hubungan antara jumlah asupan dari tiga jenis flavonol (quercetin, kaempferol, dan myricetin) dengan pengurangan resiko dari kanker pankreas.

Penemuan-penemuan mereka, yang di publikasikan tahun 2007 di American Journal of Epidemiology, mengindikasikan bahwa konsumsi dari flavonol itu secara signifikan mengurangi resiko dari kanker pankreas.

Dari semua makanan yang diuji, bawang bombai tampak memberikan beberapa manfaat bagi non-perokok, bahkan memberi beberapa manfaat tambahan bagi para perokok.

Kanker Prostate

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2002 di Journal of the National Cancer Institute, para peneliti dari National Cancer Institute and the Shanghai Cancer Institute di Shanghai, China, merekrut 238 pria yang menderita kanker prostat dan 471 pria sehat untuk dibagi menjadi dua kelompok.

Semua peserta menyelesaikan questionnaire yang menggambarkan berapa banyak jumlah asupan dari sayuran-rayuan allium, misalnya bawang bombai, yang mereka konsumsi selama lima tahun terakhir. (Jenis sayuran allium lain yaitu bawang putih, scallion, leek dan chive).

Sayuran-sayuran ini, yang mengandung flavonoid dan sulfur, telah terbukti melalui hasil pengujian laboratorium, mampu mengurangi pertumbuhan tumor.

Para peneliti menemukan bahwa, para pria yang memakan 10 gram atau lebih dari sayuran ini setiap hari, jauh lebih kecil kemungkinannya untuk mengembangkan kanker prostat, dibanding mereka yang memakan kurang dari 2,2 gram per hari. (10 gram itu jumlah yang relatif menengah. Misalnya 3,5 siung bawang putih itu sekitar 10 gram).

Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘Hubungan pengurangan resiko dari kanker prostate dengan sayuran allium yang tergantung dari ukuran tubuh, asupan dari makanan-makanan lain, dan jumlah total asupan kalori itu tampak lebih nyata pada pria yang menderita kanker prostat lokal dan banding stadium lanjut.’’

Dalam penelitian lain, yang di publikasikan tahun 2004 di European Urology, seorang peneliti independen, William B. Grant, PhD, menyelidiki hubungan antara berbagai jenis diet dengan tingkat kematian akibat kanker prostat.

Dr. Grant memulai dengan pengetahuan bahwa tingkat kematian akibat kanker prostat di Eropa utara itu sekitar 5 kali lebih tinggi dibanding di Hong Kong, Iran, Jepang, dan Turki.

Di negara manapun, konsumsi dari dari produk-produk hewani itu terbukti menjadi faktor resiko terkuat untuk tingkat kematian akibat kanker prostat; konsumsi dari karbohidrat kompleks dan antioxidant berperan paling signifikan dalam pengurangan resiko.

Dari semua makanan penurun resiko yang diteliti, bawang bombai ternyata berada pada posisi teratas.

Kesehatan Pembuluh Darah

Jutaan orang yang sedang berhadapan dengan gangguan pembuluh darah seharusnya mengetahi informasi berikut ini.

Sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di The Journal of Nutrition, menemukan bahwa quercetin, yang banyak terkandung di dalam bawang bombai, itu memiliki potensi untuk membantu mereka yang sedang berhadapan dengan tekanan darah tinggi (hypertensi) dan penyakit jantung koroner.

Quercetin juga bermanfaat dalam pencegahan stroke. Selama studi ini, pria dan wanita yang mengalami pra-hypertensi atau hypertensi tahap 1, diberikan quercetin atau suatu placebo.

Meski quercetin gagal mengubah tekanan darah pada pria dan wanita yang belum mengalami tekanan darah tinggi, tapi quercetin terbukti mampu menurunkan tekanan darah dari mereka yang mengalami hypertensi tahap 1.

Para peneliti mencatat bahwa, ‘‘Data ini adalah yang pertama kali menunjukkan bukti bahwa penambahan quercetin ke dalam diet itu terbukti mampu mengurangi tekanan darah dari para subjek yang mengalami hypertensi.’’

Immunity

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di Journal of Applied Physiology, para peneliti di Appalachian State University dan University of South Carolina, memberikan 40 pengendara sepeda, entah dengan quercetin atau sebuah placebo selama lima minggu.

Setelah tiga minggu, para peserta mengendarai sepeda mereka selama 3 jam per hari, selama tiga hari, sampai mereka merasa sangat kelelahan. Setelah berlatih, 45 persen dari kelompok placebo menjadi sakit; sedangkan hanya 5 persen dari kelompok quercetin yang mengembangkan suatu penyakit.

Studi lain, yang dipublikasikan tahun 2008 di American Journal of Physiology: Regulatory, Integrative and Comparative Physiology, menguji penggunaan quercetin pada tikus. Secara acak, tikus-tikus tersebut di bagi ke dalam 4 kelompok: olahraga-quercetin, olahraga-placebo, kontrol-placebo, dan kontrol-quercetin.

Dua kelompok diarahkan untuk berolahraga, yaitu dengan cara berlari sampai lelah, selama tiga hari berturut-turut. Kemudian, semua kelompok di ekspose pada virus flu.

Para peneliti menemukan bahwa tikus yang berolahraga sampai lelah itu lebih beresiko untuk menjadi flu dibanding yang tidak berolah raga.

Tikus yang berolahraga dan menerima quercetin mengembangkan flu pada tingkat yang hampir sama dengan yang tidak berolahraga; tikus yang tidak berolahraga atau yang berolahraga dan menerima quercetin memiliki tingkat keparahan dari gejala yang hampir sama.

Para peneliti menyimpulkan bahwa ‘‘data ini menyiratkan bahwa memakan quercetin dalam jangka pendek mungkin terbukti bisa menjadi suatu strategi yang efektif untuk memperkecil dampak dari kerentanan terhadap infeksi saluran pernapasan.’’

Peringatan!

Seseorang mungkin akan berpikir bahwa semua jenis bawang bombai itu memiliki kemampuan yang sama dalam menghambat kanker. Tapi itu tidak benar, menurut para peneliti dari Cornell University.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2004 di Journal of Agricultural and Food Chemistry, para peneliti menemukan bahwa varietas bawang bombai yang kuat itu punya aktivitas antioksidant lebih banyak dibanding varietas yang lebih ringan, sehingga, punya kemampuan yang lebih kuat untuk menghancurkan radikal-radikal bebas.

Radikal bebas itu dianggap memiliki peranan penting dalam sejumlah penyakit, termasuk kanker. Bawang bombai yang punya kemampuan anti kanker yang terkuat adalah varietas New York Bold dan Western Yellow.

Sayangnya, setidaknya dalam studi ini, varietas dengan rasa yang paling disukai, yaitu Vidalia, ditemukan hanya punya sedikit kemampuan untuk memerangi kanker.

Para peneliti mencatat bahwa, ‘‘Hasil ini mungkin mempengaruhi para konsumen saat hendak membeli bawang bombai dari varietas yang punya manfaat terbesar bagi kesehatan, dan mungkin akan sangat mempengaruhi efek dari usaha pembudidayaan bawang bombai untuk memperkuat kualitas gizinya.’’

Nah, haruskah bawang bombai di sertakan ke dalam diet? Tentu.