Makanan Sehat - Kedele

Kacang kedele berasal sekitar 3.000 tahun yang lalu di China.

Bangsa Jepang mulai mengenalnya pada abad ke 8, dan kemudian, kacang kedele mulai menyebar ke berbagai negara di Asia termasuk Thailand, Malaysia, Korea, dan Vietnam.

Kacang kedele pertama kali muncul di Amerika pada abad ke 18, yang ditanam oleh orang Amerika yang membawanya dari China. Saat ini, Amerika adalah produsen terbesar untuk kacang kedele.

Kacang kedele itu dijual dalam berbagai bentuk. Kacang kedele segar dikenal sebagai edaname. Tapi, kacang kedele mungkin diproses menjadi makanan-makanan misalnya biji kedele kering, susu kedele, tahu dan tempe.

Kacang kedele itu adalah sumber yang sangat bagus untuk molybdenum dan tryptophan. Kacang kedele juga bisa menjadi sumber yang baik untuk mangan dan protein, zat besi, omega-3 fatty acid, fosfor, serat, vitamin K, magnesium, copper, vitamin B2, dan potassium.

Tapi apa yang telah ditemukan oleh para peneliti?

Kanker Payudara

Dalam sebuah studi Korea yang dipublikasikan tahun 2008 di Nutrition and Cancer, para peneliti membandingkan jumlah asupan protein kedele dari 362 orang wanita yang telah di diagnosa memiliki kanker payudara, dengan 362 wanita sehat dengan usia dan status menopausal yang sama.

Para peneliti menemukan bahwa wanita yang paling banyak mengkonsumsi protein kedele itu memiliki resiko yang jauh lebih rendah untuk kanker payudara, di banding wanita yang paling sedikit mengkonsumsi kedele.

Para peneliti mencatat bahwa, ‘‘Meningkatkan jumlah asupan makanan kedele pada level yang sama dengan level komsumsi tradisional Korea itu mungkin berhubungan dengan suatu pengurangan dalam resiko kanker payudara, dan efek ini lebih umum terjadi pada wanita premenopausal.’’

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2009 di Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention, para peneliti menyelidiki konsumsi kedele selama masa kanak-kanak pada wanita dari China, Jepang, dan Filiphina, yang hidup di San Francisco, Oakland, atau Los Angeles, California, atau di Hawaii.

Dari semua wanita tersebut, 597 memiliki suatu sejarah kanker payudara, dan 966 dianggap sehat. Mereka semua berusia antara 20 sampai 55 tahun.

Para peneliti menemukan bahwa jumlah asupan kedele yang tinggi selama masa kanak-kanak itu berhubungan dengan 58 persen pengurangan dalam tingkat kanker payudara.

Selain itu, suatu level asupan kedele yang tinggi selama masa remaja dan dewasa itu menyebabkan suatu penurunan resiko sebanyak 20 sampai 25 persen.

Kanker Ovarian

Dalam sebuah studi Eropa yang dipublikasikan tahun 2008 di International Journal of Cancer, para peneliti membandingkan jumlah asupan flavonoid (termasuk flavonoid yang dikenal sebagai isoflavone yang terdapat di dalam makanan-makanan kedele) antara 1.031 wanita yang di diagnosa memiliki epithelial ovarian cancer, dengan 2.411 wanita yang dirawat karena suatu gangguan medis akut non-kanker.

Para peneliti menemukan bahwa wanita yang banyak mengkonsumsi isoflavone memiliki pengurangan resiko kanker ovarian sebanyak 50 persen. ‘‘Pada basis dari penemuan dan literatur yang relevan,’’ tulis para peneliti, ‘‘kami berpendapat bahwa isoflavone . . . mungkin memberikan efek-efek positif terhadap resiko kanker ovarian.’’

Kanker Colorectal

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2009 di The American Journal of Clinical Nutrition, para peneliti secara prospektif mengamati 68.412 wanita yang berusia 40 sampai 70 tahun yang awalnya tidak memiliki kanker.

Selama masa follow-up yang rata-rata 6,4 tahun, terdapat 321 kasus kanker colorectal.

Para peneliti menentukan bahwa wanita yang paling banyak memakan kedele itu memiliki resiko yang 30 persen lebih kecil untuk mengalami kanker colorectal. Manfaat ini terutama terlihat pada wanita postmenopausal.

Menyehatkan Cardiovascular

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2008 di European Heart Journal, para peneliti China menganalisa efek-efek dari mengkonsumsi supplement isoflavone dengan dosis 80 mg/hari selama 12 minggu, terhadap saluran darah dari 102 pasien yang pernah mengalami stroke.

Saat dibandingkan dengan kelompok kontrol, para peneliti menemukan bahwa para subjek yang mendapat supplement isoflavone mengalami peningkatan dalam fungsi dari saluran darah. Respon terbaik di dapat oleh mereka yang kondisi penyakit cardiovascular lebih parah.

Selain itu, supplement isoflavone mengurangi level-level protein C-reactive, yaitu suatu indikator dari peradangan vascular.

Para peneliti menyimpulkan bahwa penemuan-penemuan mereka ini, ‘‘mungkin memiliki dampak penting bagi penggunaan isoflavone untuk pencegahan sekunder pada pasien yang memiliki penyakit cardiovascular, selain dari intervensi konvensional.’’

Hot Flashes

Dalam sebuah studi lintas batas selama 6 minggu yang dipublikasikan di Journal of Women’s Health tahun 2007, para peneliti Boston mempelajari efek-efek pada hot flashes, dari suatu diet yang ditambah dan tidak ditambah dengan setengah mangkuk kacang kedele ‘‘yang dibagi menjadi 3 atau 4 porsi sepanjang hari.’’

Selama masing-masing periode studi, para subjek mencatat jumlah dari hot flashes yang mereka alami. Pada akhir dari masing-masing periode, mereka juga menyelesaikan suatu ‘‘menopausal symptom quality of life questionnaire.’’

Para peneliti menemukan bahwa saat wanita memakan diet yang menyertakan kacang kedele, mereka memiliki suatu pengurangan hot flashes sebanyak 45 persen.

Memakan kacang kedele itu juga mengakibatkan peningkatan dalam gejala-gejala lain yang berhubungan dengan menopause, misalnya masalah-masalah psikologis yang disinggung dalam questionnaire.

Para peneliti mencatat bahwa, ‘‘Mengganti protein non-kedele dengan kacang kedele. . .  dan mengkonsumsi 3 atau 4 kali sepanjang hari itu berhubungan dengan suatu pengurangan dalam hot flashes, dan memberikan perbaikan pada gejala-gejala menopausal.’’

Kesehatan Umum dari Wanita Postmenopausal

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan 2009 di Menopause, secara acak, para peneliti membagi 203 wanita postmenopausal yang sehat ke dalam salah satu dari tiga kelompok.

Selama 2 tahun, salah satu kelompok mengkonsumsi 25 g protein kedele tanpa isoflavone; kelompok lainnya mengkonsumsi 25 g protein kedele dengan 90 mg isoflavone; dan kelompok kontrol mengkonsumsi 25 g susu protein (casein dan whey).

Pada akhir studi, semua wanita dari ketiga kelompok mengalami penurunan yang siginifikan dalam kepadatan mineral dari tulang belakang dan leher. Selain itu, ketiga kelompok mengalami pengurangan dalam pengukuran-pengukuran kinerja fisik.

Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘25 g protein kedele dengan 90 mg isoflavone tidak memberikan manfaaat tambahan dalam pencegahan kerusakan tulang atau meningkatkan kinerja fisik.’’

Sebuah artikel yang dipublikasikan tahun 2009 di Internal Medicine News, meringkas suatu studi 16 minggu yang dilakukan di Brazil. Studi ini membagi 60 wanita yang telah melewati tahap menopause selama 1 sampai 13 tahun, menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama mendapat supplement kedele yang mengandung 90 mg isoflavone; kelompok kedua mendapat penggantian hormon; dan kelompok ketiga mendapat placebo.

Para peneliti menemukan bahwa wanita yang mendapat supplemen kedele dan penggantian hormon mengalami peningkatan dalam gejala-gejala yang berhubungan dengan menopause, misalnya hot flashes dan nyeri otot serta sendi.

Namun, wanita yang mendapat penggantian hormon mendapat perbaikan dalam faktor-faktor cardiovascular misalnya kolesterol total dan LDL. Kolesterl total terlihat menurun 12 persen, dan kolesterol LDL berkurang sebamyak 18 persen.

Perbaikan-perbaikan seperti itu tidak terlihat pada wanita yang mendapat supplement soy.

Mengontrol Berat Badan

Sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2008 di European Journal of Nutrition mengamati apakah produk-produk kedele mungkin memegang suatu peranan dalam mengontrol penambahan berat badan.

Para peneliti di Seattle dan Honolulu menganalisa hubungan antara jumlah asupan makanan-makanan kedele dengan body mass index (BMI) dari 1.418 wanita yang tinggal di Hawaii.

Para peneliti menemukan bahwa wanita yang lebih banyak mengkonsumsi kedele saat dewasa itu memiliki level BMI yang lebih rendah.

Namun, hubungan ini hanya signifikan untuk wanita Caucasian (kulit putih) dan postmenopausal. ‘‘Wanita dalam kategori yang lebih tinggi juga mengalami perubahan berat badan tahunan yang lebih kecil sejak usia 21 tahun (0,05 kg/tahun) dibanding kelompok yang memakan kedele lebih sedikit. . . .’’

Peringatan!

Banyak dari pembudidayaan kedele di seluruh dunia itu telah dimodifikasi secara genetik. Karena itu, orang-orang yang ingin menghindari makanan-makanan yang sudah dimodifikasi secara genetik sebaiknya mengkonsumsi produk-produk kedele organik.

Nah, haruskah kedele menjadi bagian dari diet? Untuk sebagian besar orang, tidak ada alasan untuk tidak menyertakannya.