Makanan Sehat - Coklat

Sebelum tahun-tahun terakhir, suatu diskusi mengenai makanan-makanan yang lebih sehat itu biasanya tidak menyertakan coklat.

Bahkan, secara umum coklat dipandang sebagai makanan yang sebaiknya jarang dimakan, terutama bagi mereka yang sedang mencoba mempertahankan sebuah gaya hidup yang lebih sehat.

Kemudian, pada Agustus 2003, JAMA, The Journal of the American Medical Association, melaporkan hasil-hasil dari penelitian di Medical College of the University of Cologne di Jerman.

Para peneliti mempelajari 13 orang (6 pria dan 7 wanita), dengan usia antara 55 sampai 64 tahun, yang baru di diagnosa menderita kasus ringan dari tekanan darah tinggi.

Selama dua minggu, setengah dari subjek memakan 100 gram coklat hitam batangan per hari, dan setengahnya lagi memakan 100 gram coklat putih batangan.

Orang-orang yang memakan coklat hitam batangan mengalami penurunan dalam tekanan darah -- rata-rata lima point untuk systolic (angka atas) dan dua point untuk diastolic (angka bawah). Sedangkan mereka yang memakan coklat putih tidak mengalami perubahan dalam tekanan darah.

Pada bulan yang sama, Nature melaporkan penemuan dari para peneliti di National Institute for Food and Nutrition, Italy. Para peneliti merasa bahwa antioxidant di dalam coklat mungkin sangat mendukung kesehatan jantung.

Namun, saat coklat di konsumsi dengan susu, susu tersebut mengganggu penyerapan dari antioxidant, sehingga mengurangi semua manfaat yang mungkin ada.

Para peneliti menyimpulkan bahwa orang-orang seharusnya mengkonsumsi coklat hitam yang tidak mengandung susu.

Tidak mengherankan jika kedua studi yang dipublikasikan di journal bergengsi ini mendapat banyak perhatian.

Apa lagi yang bisa di harapkan oleh para pencinta coklat?

Saat ini ada beberapa bukti bahwa memakan coklat, atau setidaknya coklat hitam, itu sangat menyehatkan.

Sebuah artikel tahun 2008 di Choice, yang dipublikasikan oleh organisasi konsumen terbesar di Australia, mencatat bahwa, ‘‘sungguh luar biasa bahwa coklat bahkan bisa dianggap sebagai makanan yang sehat. Bahkan coklat hitam, yang dianggap lebih sehat dibanding coklat susu, rata-rata mengandung lebih dari 40 persen lemak, termasuk 26 persen lemak saturated, dan hampir 30 persen gula.’’

Jadi, bagaimana mungkin coklat bisa dianggap sebagai makanan yang menyehatkan?

Artikel di Choice tersebut menyatakan bahwa coklat mengandung sekitar 5 sampai 8 persen protein dan mineral misalnya zat besi, magnesium dan zinc. ‘‘Tapi kekuatan utamanya adalah bahwa coklat banyak mengandung flavonoids -- suatu senyawa yang membantu melindungi tanaman dari penyakit dan serangga. Gram demi gram, cocoa mengandung flavonoids tertinggi dibanding yang lain, misalnya red wine, teh, apel dan berries.’’

Bermanfaat Bagi Jantung

Selama bertahun-tahun, manfaat coklat bagi kesehatan telah dipelajari secara extensif. Salah satu laporan menarik muncul pada tahun 2005 di The American Journal of Clinical Nutrition.

Para peneliti Itali secara acak membagi 15 orang dewasa yang sehat ke dalam dua kelompok. Selama 15 hari, kelompok pertama memakan 100 gram coklat hitam batangan per hari yang mengandung sekitar 500 mg polyphenol, dan kelompok kedua memakan 90 gram coklat putih batangan per hari.

Lalu, selama tujuh hari, tidak satupun dari subjek yang memakan coklat manapun. Setelah itu, masing-masing kelompok memakan jenis coklat yang berlawanan selama 15 hari berikutnya.

Hasilnya ternyata signifikan. Para peneliti mencatat bahwa, ‘‘Coklat hitam, bukan putih, mengurangi tekanan darah dan meningkatkan sensitivitas insulin pada orang-orang yang sehat.’’ (Sensitivitas insulin adalah kemampuan tubuh untuk memanfaatkan glucose, yaitu sejenis gula.)

Pada sebuah artikel tahun 2007 di The Practitioner, Peter Savill, seorang ahli penyakit jantung, menguraikan 10 percobaan acak terkontrol. Lima percobaan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara cocoa dengan tekanan darah, dan lima percobaan lainnya untuk menemukan hubungan antara teh dengan tekanan darah.

Secara umum, para peserta dalam percobaan cocoa, setiap hari memakan 100 gram coklat yang kaya akan flavonoids selama minimal dua minggu. Orang-orang yang berada dalam percobaan teh meminum 4 sampai 6 cangkir teh per hari selama rata-rata 4 minggu.

Dr. Savill menyatakan bahwa, ‘‘besarnya pengurangan tekanan darah pada kelompok cocoa itu mengesankan dan sebanding dengan yang terlihat pada percobaan obat antihypertensive monotherapy.’’

Pada saat yang sama, orang-orang yang berpartisipasi dalam percobaan teh, ‘‘tidak menunjukkan efek yang signifikan pada tekanan darah.’’

Sebuah studi yang dipublikasikan di The Journal of Nutrition tahun 2008 mengevaluasi hubungan antara konsumsi dari coklat hitam dengan serum C-reactive protein (sebuah ukuran dari peradangan -- jumlah tertinggi mungkin terlihat pda orang yang beresiko tinggi untuk penyakit jantung).

Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang memakan coklat hitam dalam skala menengah, memiliki penurunan level dari C-reactive protein di dalam darah mereka. Penurunan rata-rata adalah 17 persen. ‘‘Penemuan kami menyiratkan bahwa konsumsi rutin dari coklat hitam dalam dosis kecil mungkin mengurangi peradangan.’’

Dalam sebuah studi tahun 2008 terhadap 45 orang dewasa yang overweight dengan usia rata-rata 53 tahun yang muncul di The American Journal of Clinical Nutrition, secara acak para peneliti menugaskan subjek untuk mengkonsumsi entah coklat hitam batangan yang mengandung 22 gram cocoa powder, atau sebuah placebo batangan bebas cocoa.

Dalam tahap kedua dari studi, para subjek secara acak ditugaskan untuk mengkonsumsi entah sugarfree cocoa yang mengandung 22 gram cocoa powder, cocoa sugar yang mengandung 22 gram cocoa powder, atau sebuah placebo.

Saat dibandingkan dengan placebo, kedua jenis coklat hitam, yaitu solid dan cairan, memperbaiki fungsi endothelial (lapisan dari saluran darah) dan menurunkan tekanan darah. ‘‘Fungsi Endothelial meningkat lebih signifikan dengan sugar-free dibanding cocoa reguler.’’

Berpotensi Anti-Kanker

Sebuah studi penelitian yang dipublikasikan tahun 2008 di Cell Cycle mengindikasikan bahwa coklat mungkin bisa menjadi sebuah sarana untuk memerangi cell-cell kanker.

Para peneliti di Georgetown University School of Medicine menemukan bahwa synthetic cocoa derivative (GECGC) benar-benar memperlambat tingkat pertumbuhan dan menambah tingkat kerusakan dari in vitro cell-cell kanker manusia. Selain itu, hasil ini tercapai tanpa mempengaruhi cell-cell normal.

Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘sintesisasi GECGC memiliki sebuah efek anti-proliferative selektif pada cell-cell kanker manusia dan memerlukan evaluasi lanjutan sebagai suatu pencegahan dan bahan chemotherapeutic untuk penyakit-penyakit manusia.’’

Sebagian Orang Merasa Ragu

Tidak semua orang percaya bahwa coklat itu adalah suatu makanan yang sehat. Pertama, penting untuk menyadari bahwa pemrosesan mengubah antioxidant flavanol natural yang ditemukan dalam cocoa.

Sebuah laporan tahun 2008 yang dipublikasikan di Journal of Agricultural and Food Chemistry berpendapat bahwa saat cocoa diproses dengan alkali, sebuah praktek umum yang dikenal sebagai Dutch processing atau Dutching, ‘‘flavanols berkurang secara substansial.’’ Namun, cocoa memang masih menyimpan beberapa antioxidant flavanol.

Juga ada masalah mengenai tingginya kalori dari bahan-bahan dalam coklat batangan.

Sebuah editorial tahun 2007 di Critical Care Nurse mencatat bahwa, ‘‘Meski sebagian dari manfaat yang diusulkan mengenai komsumsi coklat (misalnya menurunkan tekanan darah) itu positif dan sejalan, tapi itu terbatas karena produk-produk cocoa yang sudah diproses misalnya candy bars, cookies, dan cakes, itu biasanya sangat banyak mengandung kalori, yang bisa mengurangi manfaat dari antioxidant yang dimilikinya.’’

Artikel tahun 2008 di Choice semakin banyak meningkatkan keprihatinan. Hasil-hasil positif dari berbagai studi mungkin telah ‘‘ terlaludi besar-besarkan,’’ dan apa yang signifikan secara statistik itu, tidak selalu, punya kepentingan secara klinis.

Selain itu, ‘‘banyak dari penelitian ini yang dilakukan oleh atau disponsori oleh industri coklat atau cocoa, yang membuatnya terbuka untuk potensi bias.’’

Dua studi tambahan telah menemukan kemungkinan masalah dari mengkonsumsi coklat secara rutin. Sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2008 di American Journal of Clinical Nutrition, mengamati hubungan antara konsumsi coklat dengan kepadatan tulang pada wanita yang berusia 70 sampai 85 tahun.

Para peneliti menemukan bahwa semakin banyak coklat yang dimakan wanita, semakin rendah kepadatan tulangnya.

Para peneliti berteori bahwa oxalate (acid-acid organik yang muncul secara natural pada manusia, tanaman dan hewan) yang terdapat di dalam coklat mencegah penyerapan kalsium dan tingginya kadar gula mempercepat pengeluaran kalsium.

Dalam studi lain, yang juga dipublikasikan tahun 2008 di American Journal of Clinical Nutrition, para peneliti mencoba untuk mengetahui hubungan antara konsumsi coklat dan cocoa dalam jangka pendek, dengan fungsi neuropsychological dan kesehatan jantung.

Meski tidak ada hubungan yang ditemukan antara coklat dan cocoa dengan neuropsychological atau variabel-variabel jantung, tapi selama masa pertengahan dan akhir dari studi, orang-orang yang mengkonsumsi coklat dan cocoa, secara signifikan ditemukan memiliki detak jantung yang lebih tinggi.

Jadi jelas, bahwa ini adalah sebuah penemuan yang negatif.

Dengan semua kemungkinan, studi-studi mengenai coklat akan terus berlanjut. Bukankah akan menyenangkan jika para peneliti bisa menemukan bukti yang pasti bahwa banyak penyakit bisa dicegah atau disembuhkan hanya dengan memakan coklat hitam?

Sampai saat itu tiba, coklat seharusnya hanya menjadi bagian kecil dari diet. Dan, saat waktunya untuk sepotong kecil coklat, tetaplah memilih coklat hitam.

Atau, seperti yang ditulis pada artikel tahun 2008 di Nutrition Bulletin, ‘‘Secara umum, coklat seharusnya masih tetap diperlakukan sebagai suatu selingan, dari pada sebagai makanan sehat.’’