Makanan Sehat - Pumpkin

Pumpkin itu identik dengan Halloween.

Lagi pula, pumpkin itu sangat berlimpah selama musim gugur, dan dalam masa persiapan untuk Halloween.

Adahal yang umum bagi orang-orang di Amerika khususnya, untuk menghiasi rumah-rumah mereka dengan pumpkin.

Tapi, tampaknya adalah yang lebih dari sekedar Halloween pada pumpkin.

Pumpkin, yang berasal dari keluarga labu atau Cucurbitaceae, awalnya dikonsumsi oleh suku asli Amerika, yang menjadikannya sebagai makanan dan obat.

Saat para penjelajah Eropa tiba di ‘‘Dunia Baru,’’ mereka sering membawa pulang pumpkin. Pada akhirnya, pumpkin menyebar ke seluruh dunia.

Saat ini, pumpkin yang di budidayakan secara komersial sebagian besar terdapat Amerika, Mexico, India, dan China.

Pumpkin banyak mengandung serat, vitamin A dan C, riboflavin, potassium, copper, dan mangan; selain itu juga banyak mengandung vitamin E dan B6, thiamin, niacin, zat besi, magnesium, dan fosfor.

Pumpkin itu dipenuhi dengan carotenoid, yang dipercaya mampu mengurangi resiko dari beberapa jenis kanker dan gangguan medis lainnya.

Meski seringkali dibuang, tapi biji-biji pumpkin itu sebenarnya adalah sumber yang bagus untuk mangan, magnesium dan fosfor; juga banyak mengandung tryptophan, zat besi, copper, vitamin K, zinc, dan protein.

Tapi, apa yang telah dipelajari oleh para peneliti?

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Saat pria menua, adalah hal yang umum bagi kelenjar prostate mereka untuk membesar, suatu kondisi yang dikenal sebagai benign prostatic hyperplasia. Jadi, para peneliti telah mencari berbagai cara untuk mengurangi ukuran dari kelenjar ini.

Salah satu group dari theWest Indies, memutuskan untuk menyelidiki apakah pumpkin seed oil bisa mengurangi pembesaran ini pada tikus-tikus. Hasil penemuan mereka di publikasikan di Journal of Medicinal Food, tahun 2006.

Dalam studi ini, selama 20 hari, testosterone disuntikan ke dalam tikus-tikus untuk memperbesar kelenjar-kelenjar prostate mereka. Pada saat yang sama, diet dari tikus-tikus tersebut di tambah dengan dua jenis dosis yang berbeda, entah berupa pumpkin seed oil atau corn oil.

Setiap minggu, para peneliti memeriksa berat dari masing-masing tikus. Pada hari ke 21, tikus-tikus tersebut dikorbankan, dan kelenjar prostate mereka diambil, dibersihkan dan ditimbang.

Para peneliti menemukan bahwa testosterone telah meningkatkan ukuran prostate secara signifikan. Namun, pada tikus-tikus yang diberi dosis tertinggi dari pumpkin seed oil, ‘‘peningkatan ini terhambat.’’

Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘pumpkin seed oil bisa menghambat testosterone-induced hyperplasia dari prostate dan karenanya mungkin bermanfaat dalam manajemen benign prostatic hyperplasia.’’

Diabetes

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di Journal of the Science of Food and Agriculture, para peneliti dari East China Normal University, membagi 12 tikus yang diabetic dan 12 tikus sehat ke dalam 4 kelompok, dengan masing-masing kelompok terdiri dari 6 tikus.

Selama 30 hari, tikus-tikus tersebut diberi makan entah sebuah diet normal atau sebuah diet yang ditambah dengan ekstrak pumpkin.

Jika dibandingkan dengan tikus-tikus yang tidak dirawat, tikus-tikus diabetic yang diberi ekstrak pumpkin mengalami peningkatan 36 persen dalam plasma insulin, yang hanya 5 persen lebih kecil dibanding kelompok kontrol.

Selain itu, persentase dari cell-cell insulin positif di dalam tikus-tikus diabetic yang diberi pumpkin itu hanya 8 persen lebih rendah dibanding tikus-tikus normal.

Meski tikus-tikus yang digunakan dalam studi ini adalah contoh untuk diabetes type 1, tapi para peneliti mencatat bahwa ekstrak pumpkin mungkin juga bermanfaat untuk para penderita diabetes type 2.

Kanker Payudara

Dua buah studi yang dipublikasikan tahun 2009, mengamati hubungan antara konsumsi carotenoid, yang banyak ditemukan dalam pumpkin, dengan kanker payudara.

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di Cancer Epidemiology, Biomarkers & Prevention, para peneliti dari University of California, San Diego, mempelajari 3.043 wanita yang telah di diagnosa memiliki kanker payudara tahap awal.

Para peneliti menemukan bahwa wanita-wanita yang paling banyak mengkonsumsi carotenoid itu lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami perulangan suatu kanker. ‘‘Ekspose biologis yang lebih tinggi pada carotenoid, itu berhubungan dengan semakin besarnya kemungkinan untuk selamat dari kanker.’’

Dan, dalam sebuah studi Harvard School of Public Health, yang dipublikasikan tahun 2009 di International Journal of Cancer, para peneliti menganalisa ulang jumlah asupan carotenoid dari 5.707 wanita premenopausal dan postmenopausal yang menderita kanker payudara, dan 6.389 wanita premenopausal dan postmenopausal yang bertindak sebagai kontrol.

Para peneliti menemukan bahwa jumlah asupan yang tinggi dari carotenoid itu mengurangi resiko dari kanker payudara pada wanita premenopausal, tapi tidak pada wanita postmenopausal. Jumlah asupan yang tinggi itu terutama memberikan perlindungan pada wanita premenopausal yang bukan perokok.

Kekurangan Zat Besi/Anemia

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di BioFactors, para peneliti Iran mencatat bahwa kekurangan zat besi itu ‘‘adalah gangguan gizi yang paling umum di dunia saat ini.’’

Karenanya, mereka memutuskan untuk menyelidiki apakah konsumsi harian dari sereal dan pumpkin seed kernel yang diperkaya dengan zat besi itu bisa meningkatkan status zat besi pada wanita muda.

Ukuran sampel mereka itu kecil -- hanya delapan wanita sehat yang berusia antara 20 sampai 37 tahun. Selama empat minggu, para wanita tersebut mengkonsumsi 30 g sereal (menyediakan 7,1 mg zat besi per hari) dan 30 g pumpkin seed kernel (menyediakan 4,0 mg zat besi per hari).

Setelah 4 minggu, ke dalam wanita tersebut mengalami peningkatan dalam level serum zat besi. Para peneliti menulis bahwa, ‘‘penambahan sumber lain dari zat besi, misalnya pumpkin seed kernel, itu meningkatkan status-status zat besi.’’

Manajemen Hyperglycemia dan Hypertensi

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di Journal of Medicinal Food, University of Massachusetts, Amherst, para peneliti mencatat bahwa komunitas suku pribumi di Amerika Utara cenderung memiliki tingkat hyperglycemia (konsentrasi glukose yang tinggi di dalam darah) dan hypertensi yang tinggi.

Kemungkinan besar, itu berhubungan dengan tingginya jumlah asupan dari makanan-makanan tinggi kalori yang mereka konsumsi ‘‘misalnya gula, refined grain flour, dan minuman-minuman pemanis.’’

Para peneliti ingin mengetahui apakah jika mereka kembali ke makanan tradisional, misalnya jagung, buncis dan pumpkin, yang memiliki ‘‘jumlah kalori lebih seimbang dan gizi lebih banyak,’’ itu mungkin bisa bermanfaat.

Dalam dua studi in vitro, para peneliti menemukan bahwa ternyata itu memang benar. Dan, dari ketiga makanan tersebut, secara keseluruhan, pumpkin ‘‘menunjukkan potensi yang terbaik.’’

Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘strategi pola makan yang diperkaya dengan antioxidant phenolic, menggunakan kombinasi makanan tradisional tertentu yang berasal dari tanaman, itu bisa menghasilkan suatu profile makanan utuh yang berpotensi untuk mengurangi hyperglycemia dan juga berhubungan dengan komplikasi yang berhubungan dengan oksidasi stress cellular dan hypertensi.’’

Insomnia

Dalam sebuah studi double blind, placebo-controlled yang di publikasikan tahun 2005 di Nutritional Neuroscience, Craig Hudson, MD, seorang psikiater Kanada, dan rekan-rekannya, menyelidiki apakah biji pumpkin, yang banyak mengandung tryptophan, bisa membantu orang yang sedang berhadapan dengan insomnia.

57 subjek secara acak di bagi menjadi tiga kelompok: kelompok pertama mendapat suatu sumber protein tryptophan (biji pumpkin) yang dikombinasikan dengan karbohidrat, kelompok kedua mendapat tryptophan buatan farmasi yang dikombinasikan dengan karbohidrat, dan kelompok ketiga hanya mendapat karbohidrat.

49 orang menyelesaikan masa percobaan selama 3 minggu ini. Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang mendapat tryptophan dari sumber protein dan farmasi itu mengalami ‘‘peningkatan yang signifikan pada hasil pengukuran subjektif dan objektif mengenai insomnia.’’

Selain itu, ‘‘sumber protein tryptophan yang dikombinasikan dengan karbohidrat saja sudah terbukti efektif dalam mengurangi waktu terbangun di malam hari secara signifikan.’’

Sebagai hasilnya, para peneliti menyimpulkan, ‘‘sumber protein tryptophan itu sebanding dengan tryptophan farmasi untuk perawatan insomnia.’’

Gangguan Kecemasan Sosial

Di tahun 2007, studi lain yang dipimpin oleh Dr. Hudson dipublikasikan di Canadian Journal of Physiology and Pharmacology.

Dalam percobaan double blind, placebo-controlled, crossover ini, para subjek secara acak ditempatkan pada suatu sumber protein tryptophan (biji pumpkin) yang dikombinasikan dengan karbohidrat, atau pada karbohidrat saja, selama satu minggu.

Terdapat satu minggu masa pembersihan diantara ke dua sesi. Meski hanya terdapat 7 subjek, tapi mereka semua mengikuti studi ini sampai selesai.

Dari hasil yang di dapat, para peneliti mencatat bahwa, ‘‘sumber protein tryptophan dengan karbohidrat, bukan karbohidrat saja, menghasilkan suatu peningkatan yang signifikan pada pengukuran objektif mengenai kecemasan.’’

Nah, haruskah berbagai bentuk dari pumpkin menjadi bagian dari diet? Tentu.