Makanan Sehat - Kale

Kale dipercaya berasal dari Asia Kecil, yaitu bagian paling barat dari benua Asia.

Sekitar 600 tahun Sebelum Masehi, para pengembara Celtic membawanya ke Eropa.

Sudah diakui bahwa, selama masa kejayaan Romawi kuno, kale adalah sebuah hasil panen yang penting. Melalui orang-orang Inggris, kale menemukan jalannya ke Amerika pada abad ke 17.

Kale itu penuh dengan berbagai jenis vitamin dan gizi. Dia sumber yang sempurna untuk mangan dan vitamin A, C, dan K. Kale punya banyak serat, copper, tryptophan, kalsium, vitamin B6, dan potassium.

Dan, kale juga banyak mengandung zat besi, magnesium, omega- 3 fatty acids, protein, folate, phosphorus, dan vitamins E, B1, B2, and B3. Kale juga mengandung carotenoid, terutama lutein dan zeaxanthin.

Banyak sekali memang, sehingga wajar jika kale dianggap sebagai suatu ‘‘makanan super.’’

Tapi, apa yang telah dipelajari oleh para peneliti?

Kanker

Dalam sebuah studi laboratorium yang dipublikasikan tahun 2009 di Food Chemistry, para peneliti Kanada mengevaluasi apakah ekstrak dari 34 jenis sayuran yang berbeda bisa menghambat perkembangan cell-cell kanker di perut, paru-paru, payudara, ginjal, kulit, pankreas, prostate dan otak.

Selain sayuran dari keluarga enus Allium, misalnya bawang putih, hasil terbaik juga di dapat dari sayuran cruciferous, misalnya kale.

Para peneliti mencatat bahwa penemuan mereka ini ‘‘mengindikasikan bahwa masing-masing sayuran itu punya aktivitas pencegahan yang sangat berbeda terhadap cell-cell kanker, dan bahwa penambahan sayuran cruciferous dan Allium ke dalam diet itu sangat penting untuk strategi chemopreventive berbasis pola makan.’’

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2006 di Carcinogenesis, para peneliti mencoba untuk menentukan apakah sulforaphane, yaitu suatu polynutrient glucosinolate (senyawa yang mengandung sulfur) yang terbentuk saat kale dan sayuran cruciferous lainnya dikunyah atau di cincang, bisa menghambat kanker-kanker yang berhubungan dengan genetik.

Untuk mencapai target ini, para peneliti menggunakan tikus yang dibuat cenderung untuk mengembangkan intestinal polyps. (Jika dibiarkan, intestinal polyps mungkin akan tumbuh menjadi kanker colorectal.)

Selama tiga minggu, tikus-tikus tersebut diberikan diet yang ditambah dengan dua dosis berbeda dari sulforaphane. Para peneliti menemukan bahwa tikus yang diberi makan sulforaphane punya resiko yang lebih rendah untuk tumor.

Saat benar-benar muncul, tumor tersebut lebih kecil dan tumbuh lebih lambat. Selain itu, lebih banyak dari cell-cell kanker yang mengalami kematian (apoptosis).

Kanker Ovarian

Dalam sebuah studi Eropa yang dipublikasikan tahun 2008 di International Journal of Cancer, para peneliti meninjau ulang hubungan antara enam kelas dari flavonoids, misalnya yang ditemukan dalam kale, dengan resiko dari kanker ovarian.

Studi ini terdiri dari 1.031 wanita yang menderita kanker ovarian epithelial, dan 2.411 wanita yang masuk dalam kelompok kontrol.

Para peneliti menemukan sebuah hubungan terbalik antara konsumsi dari flavonoids dengan resiko dari kanker ovarian; wanita yang memakan flavonoids dalam jumlah tertinggi mengalami penurunan dalam resiko sebanyak 49 persen.

Kanker Prostate

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di Journal of the National Cancer Institute, para peneliti Kanada menyelidiki hubungan antara resiko dari kanker prostate dengan jumlah asupan buah dan sayuran dari 1.338 pria yang menderita kanker prostate. 512 dari pria ini memiliki kanker yang agresif.

Meski para peneliti tidak menemukan adanya hubungan antara resiko dari kanker prostate dengan jumlah asupan buah dan sayuran, tapi para pria yang paling banyak mengkonsumsi sayuran, terutama sayuran cruciferous misalnya kale, punya suatu penurunan dalam resiko dari menyebarnya kanker prostate sampai keluar dari kelenjar prostate.

Diabetes Type 2

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2008 di Diabetes Care, para peneliti menganalisa kembali hubungan antara jumlah asupan buah, sayuran, dan jus buah, dengan pengembangan dari diabetes type 2.

Para peneliti menganalisa data diet dan kesehatan selama 18 tahun dari 71.346 perawat, dengan usia antara 38 sampai 63 tahun, yang berpartisipasi dalam Nurses’ Health Study, mulai dari tahun 1984 sampai tahun 2002.

Selama tahun-tahun follow-up, terdapat 4.529 kasus diabetes. Para peneliti menemukan bahwa suatu peningkatan dari satu sajian sayuran hijau misalnya kale, per hari, itu berhubungan dengan sebuah penurunan skala ‘‘menengah’’ dalam resiko dari diabetes type 2.

Para peneliti mencatat bahwa studi ini tidak membuktikan hubungan sebab akibat, dan bahwa studi ini dibatasi oleh ketergantungan pada data-data yang dilaporkan oleh peserta.

Tapi tetap saja, dengan peningkatan yang pesat dari diabetes type 2 di Amerika, mungkin akan bijak untuk semakin banyak menambahkan sayuran hijau ke dalam diet.

Kesehatan Jantung

Dalam sebuah studi tahun 2009 di American Journal of Clinical Nutrition, para peneliti mencoba untuk menentukan apakah asupan yang lebih tinggi dari buah, sayuran, dan ikan, akan memberikan efek yang positif pada kesehatan jantung.

Sebagai bagian dari Normative Aging Study, dari November 2000 sampai Juni 2007, para peneliti mengukur faktor-faktor variabilitas detak jantung dari 586 manula -- 928 total pengamatan.

Para peneliti menemukan sebuah hubungan yang signifikan antara konsumsi dari sayuran hijau, misalnya kale.

Mereka mencatat bahwa suatu ‘‘jumlah asupan yang lebih tinggi dari sayuran hijau itu mungkin mengurangi resiko dari penyakit cardiovascular melalui perubahan-perubahan positif di dalam fungsi cardiac autonomic.’’

Fungsi Kognitif

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2006 di Neurology, para peneliti Chicago mengamati hubungan antara konsumsi buah dan sayuran dengan tingkat perubahan kognitif dari 3.718 subjek (62 persen wanita, 60 persen African American) yang minimal berusia 65 tahun. (Usia rata-rata adalah 74 tahun).

Para peneliti mengamati bahwa saat dibandingkan dengan orang-orang yang memakan rata-rata kurang dari satu sajian sayuran per hari, para subjek yang rata-rata memakan 2,8 sajian per hari itu punya 40 persen penurunan dalam pengurangan kognitif.

Dan pengurangan terkecil dalam kognitif dari para manula itu berhubungan dengan jumlah asupan dari sayuran hijau, misalnya kale.

Rheumatoid Arthritis

Dalam sebuah studi prospektif, berbasis populasi, kasus-kontrol, yang dipublikasikan tahun 2004 di Annals of the Rheumatic Diseases, para peneliti Inggris mengamati hubungan antara konsumsi dari buah dan sayuran, serta asupan antioxidant, dengan resiko dari pengembangan rheumatoid arthritis.

Kelompok peserta studi terdiri dari wanita dan pria, yang bermukim di Norfolk, UK, dengan usia antara 45 sampai 74 tahun.

Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang mengembangkan rheumatoid arthritis itu punya jumlah yang lebih rendah dari asupan buah dan sayuran serta vitamin C.

Seperti yang dicatat sebelumnya, karena kale itu adalah sumber yang sangat baik untuk vitamin C, berarti menambahkan jumlah asupan kale mungkin akan membantu mencegah rheumatoid arthritis.

Degenerasi Macular yang Berhubungan dengan Usia

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2006 di Archives of Ophthalmology, para peneliti menganalisa ulang hubungan antara jumlah asupan lutein dan zeaxanthin, yang banyak ditemukan dalam kale, dengan resiko dari age-related macular degeneration (AMD).

Kelompok peserta terdiri dari wanita, berusia antara 50 sampai 79 tahun, yang hidup di Iowa, Wisconsin, dan Oregon. Saat awal, para peneliti tidak menemukan adanya perbedaan apapun antara wanita dengan jumlah asupan yang tinggi maupun rendah dari lutein dan zeaxanthin.

Namun, saat mereka membatasi analisa hanya pada wanita yang lebih muda dengan umur kurang dari 75 tahun, ‘‘dengan jumlah asupan yang stabil dari lutein plus zeaxanthin, tanpa sebuah sejarah dari penyakit kronis yang sering berhubungan dengan perubahan diet,’’  lutein dan zeaxanthin tampak memberikan beberapa manfaat.

Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘Diet yang kaya dengan lutein plus zeaxanthin itu mungkin memberikan perlindungan terhadap AMD lanjutan pada wanita sehat yang berusia kurang dari 75 tahun.’’

Peringatan!

Carotenoids, flavonoids, dan vitamin K yang terkandung di dalam kale itu adalah gizi-gizi yang larut dalam lemak (fat-soluble nutrients.) Itu berarti bahwa, agar bisa diserap, gizi tersebut harus dimakan dengan beberapa bentuk dari lemak asupan.

Selain itu, para petani yang menanam kale dengan cara konvensional, cenderung untuk banyak menggunakan pestisida. Saat membeli kale, pilihlah yang tumbuh secara organik.

Nah, haruskah kale menjadi bagian dari diet? Sudah pasti!