Makanan Sehat - Kacang Brazil

Selenium adalah sebuah unsur penting yang ditemukan dalam beberapa jenis makanan.

Tapi, dari semua makanan yang mengandung selenium, kacang Brazil adalah yang terbanyak mengandung selenium.

Jika sebutir telur utuh berukuran sedang memiliki 14 microgram selenium dan satu ons keju cheddar memiliki 4 microgram selenium, tapi satu ons kacang Brazil kering mengandung 544 microgram selenium.

Di seluruh dunia, selain dari kacang Brazil, makanan-makanan yang berasal dari tanaman itu dianggap sebagai sumber diet untuk selenium.

Namun, jumlah dari selenium di dalam suatu makanan tertentu itu sangat tergantung dari jumlah selenium yang terdapat di dalam tanah.

Di Amerika, tanah di Dakota dan dataran tinggi dari utara Nebraska mengandung level selenium yang tinggi. Orang-orang yang hidup di wilayah tersebut cenderung memiliki asupan selenium tertinggi.

Sebaliknya, tanah-tanah di wilayah China dan Russia pada intinya tidak mengandung selenium.

Penelitian mengenai kacang Brazil dan selenium itu tidak selalu konsisten. Meski begitu, hal itu masih tetap menarik untuk di review.

Kanker Prostat

Sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2001 di The Journal of Urology, meninjau kembali hubungan antara jumlah selenium di dalam darah dengan resiko dari pengembangan kanker prostat.

Penelitian ini dilengkapi dengan menggunakan pria yang terdaftar di Baltimore Longitudinal Study of Aging. Itu termasuk ‘‘52 orang yang diketahui mengidap penyakit kanker prostat dan 96 orang yang berada dalam kelompok kontrol dengan usia yang sama dan tidak terdeteksi menderita kanker prostat.’’

Para peneliti menemukan bahwa tingkat selenium yang rendah di dalam darah itu ‘‘berhubungan dengan sebuah peningkatan resiko sebanyak 4 sampai 5 kali untuk mengembangkan kanker prostat.’’

Beberapa tahun kemudian, ditahun 2004, penelitian lain mengenai hubungan antara level selenium di dalam darah dan kanker prostat telah dipublikasikan di JNCI: Journal of the National Cancer Institute.

Para peneliti, yang menggunakan data dari para pria yang mendaftar di Physician’s Health Study, menemukan ‘‘bahwa level selenium tertinggi mungkin memperlambat perkembangan tumor kanker prostat.’’

Namun, sebuah artikel yang di publikasikan pada tahun 2009 di JAMA, The Journal of the American Medical Association mencatat perbedaan yang sangat menyolok dari studi yang melibatkan 35.533 pria sehat dari 427 tempat di Amerika, Kanada dan Puerto Rico.

Secara acak, para pria ini dibagi ke dalam empat kelompok: selenium (200 microgram per hari), vitamin E (400 IU/day), selenium dan vitamin E, dan placebo.

Meski follow-up awalnya direncanakan untuk 7 sampai 12 tahun, tapi setelah 5,46 tahun, para peneliti tidak menemukan perbedaan signifikan diantara ke empat kelompok.

Para peneliti menyimpulkan bahwa selenium (dan vitamin E) ‘‘tidak mencegah kanker prostat dalam populasi dari pria yang relatif sehat.’’

Fungsi Kognitif

Sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di American Journal of Epidemiology menguraikan sebuah survey yang dilakukan terhadap 2 ribu orang, dengan usia 65 tahun ke atas, yang hidup di dua provinsi berbeda di pedalaman China.

Lebih dari 70 persen orang yang di survey telah hidup di desa yang sama sejak lahir. Untuk menentukan level selenium, sampel kuku dikumpulkan. (kuku digunakan karena tumbuh secara perlahan dan mantap dan memberikan sebuah gambaran mengenai jumlah selenium seiring waktu).

Para subjek diberikan serangkaian test termasuk Community Screening Instrument for Dementia (CSID), Indiana University Token Test, dan Consortium to Establish a Registry for Alzheimer’s Disease (CERAD).

Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang memiliki level selenium lebih rendah punya tingkat fungsi kognitif yang lebih rendah. Bahkan, rating mereka cenderung setara dengan orang-orang yang berusia sepuluh tahun lebih tua.

Para peneliti mengatakan bahwa, ‘‘hasil dari penelitian ini mendukung hipotesa bahwa level selenium yang rendah dalam jangka waktu yang lama itu berhubungan dengan fungsi kognitif yang lebih rendah.’’

Kanker Kantung Kemih

Sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2009 di Cancer Prevention Research, sebuah journal dari American Association for Cancer Research, mengatakan bahwa, dalam beberapa contoh, selenium mungkin memegang sebuah peranan dalam pencegahan kanker kantung kemih.

Para peneliti menganalisa data dari 875 kasus kanker kantung kemih dan 1.191 populasi umum sebagai kontrol.

Meski mereka tidak menemukan hubungan antara level selenium di dalam kuku jari dengan kanker kantung kemih, namun para peneliti mengamati adanya kemungkinan bahwa dalam molekul phenotype tertentu dari tumor dan sub kelompok tertentu dari populasi (misalnya wanita dan perokok), selenium mungkin memainkan beberapa bentuk peranan dalam pencegahan.

Osteoarthitis (OA)

Pada American College of Rheumatology Annual Scientific Meeting, tahun 2005, Joanne Jordan, MD, seorang rheumatologist di University of North Carolina, Chapel Hill, mempresentasikan sebuah studi yang dia lakukan mengenai munculnya osteoarthritis (OA) dan level selenium di kuku jari.

Dr. Jordan dan rekan-rekannya mengukur jumlah selenium di kuku jari dari 940 orang. Mereka menemukan bahwa orang-orang yang punya level selenium terendah lebih mungkin untuk mengembangkan osteoarthritis.

Selain itu, ‘‘semakin rendah level selenium, semakin tinggi tingkat keparahan OA.’’

Barret's Esophagus

Dalam sebuah studi di Fred Hutchinson Cancer Research Center and the University of Washington dan dipublikasikan tahun 2003 di JNCI Journal of the National Cancer Institute, para peneliti mencoba untuk menentukan apakah level selenium yang lebih tinggi itu mungkin bisa menghambat perkembangan kondisi pra-kanker dari kondisi yang dikenal sebagai Barrett’s esophagus menjadi kanker esophageal.

Meski hanya lima sampai sepuluh persen dari orang dengan Barrett’s esophagus yang benar-benar mengembangkan kanker esophageal, tapi mereka memang sudah punya sebuah perkiraan yang suram. Lebih dari 90 persen meninggal dalam lima tahun.

Selama studi, sejarah medis, test darah, dan jaringan esophageal diambil dari 399 pasien arrett’s esophagus. Para peneliti menemukan bahwa orang-orang yang memiliki level selenium terendah di dalam darah punya resiko tertinggi untuk mengembangkan kanker esophageal.

Bahkan, mereka punya dua sampai tiga kali peningkatan resiko untuk mengembangkan perubahan-perubahan yang mengarah pada kanker esophageal dibanding mereka yang memiliki level selenium menengah atau tinggi.

Preeclampsia

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2003 di American Journal of Obstetrics and Gynecology, para peneliti di University of Surrey, Inggris, mencoba untuk menentukan apakah ada hubungan antara level selenium yang rendah dengan preeclampsia, sebuah kondisi serius yang mungkin terjadi selama masa kehamilan.

Preeclampsia dicirikan dengan tekanan darah tinggi dan protein di dalam urine. Gejala-gejala lain termasuk bengkak, berat badan bertambah secara mendadak, perubahan penglihatan, dan pusing-pusing.

Para peneliti mengambil sampel kuku dari 53 pasien preeclmaptic dan 53 orang hamil yang cocok sebagai kelompok kontrol. Setelah dianalisa, para peneliti menemukan ‘‘konsentrasi selenium rata-rata pada subjek preeclamptic secara signifikan lebih rendah dibanding kelompok kontrol.’’

Selain itu, ‘‘dalam kelompok preeclamptic, status selenium yang lebih rendah itu secara signifikan berhubungan . . .  dengan tingkat keparahan dari penyakit, saat dibandingkan dengan hasil pengukuran yang dilakukan 32 minggu sebelumnya.’’

Kekuatan Otot

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan pada tahun 2007 di American Journal of Clinical Nutrition, para peneliti menyelidiki hubungan antara level plasma selenium yang rendah dengan kekuatan otot dari 891 pria dan wanita yang berusia 65 tahun ke atas.

Mereka menemukan bahwa para manula yang memiliki level selenium terendah di dalam darah itu sekitar 95 persen lebih besar kemungkinannya untuk mengalami gangguan pada lutut dan kekuatan genggaman dibanding mereka yang punya level selenium tertinggi.

Haruskah kacang Brazil disertakan ke dalam diet? Tentu saja, untuk sebagian besar orang yang tidak allergi terhadap kacang Brazil.

Namun, semakin tinggi jumlah asupan mungkin akan menyebabkan keracunan selenium, dengan gejala-gejala misalnya mual, muntah, skin lesion dan kuku yang tidak normal.

Pria dan wanita yang berusia 19 tahun ke atas seharusnya tidak boleh mengkonsumsi lebih dari 400 microgram per hari. Karena kacang Brazil rata-rata mengandung antara 70 sampai 90 microgram selenium, sebagian besar orang seharusnya memakan empat kacang Brazil per hari.