Makanan Sehat - Lemon dan Limau

Meski sering digunakan secara tertukar, tapi lemon dan limau itu sebenarnya punya sejarah yang berbeda.

Dan tentu, penampilannya juga cukup berbeda. Lemon itu lebih besar dan berwarna kuning, sedangkan limau itu sedikit lebih kecil dan berwarna hijau.

Lemon itu dianggap berasal dari China dan India sekitar 2.500 tahun yang lalu. Sekitar abad ke 11, orang Arab membawa lemon ke Eropa dan Amerika Utara.

Setelah menemukan lemon di Palestina, para crusader membawanya ke negara-negara di Eropa. Dan, ditahun 1493, selama masa pelayarannya yang ke dua menuju ‘‘Dunia Baru,’’ Christopher Columbus membawa lemon bersamanya.

Pada abad ke 16, lemon di tanam dan tumbuh ditempat yang saat ini bernama Florida. Saat ini, produsen lemon terbesar adalah Amerika, Itali, Spanyol, Yunani, Israel dan Turki.

Sedangkan limau, dipercaya berasal dari Asia Tenggara. Diperkirakan sejak abad ke 10 Masehi, bangsa Arab yang berkeliling Asia, membawa limau kembali ke Mesir dan Afrika Utara. Pada abad ke 13 Masehi, bangsa Arab Moor memperkenalkannya ke negeri Spanyol.

Dari sana, limau menyebar ke seluruh daratan Eropa Selatan. Sama dengan lemon, limau ikut bersama Christopher Columbus saat melakukan pelayarannya yang ke dua menuju benua Amerika. Dan, Columbus serta rekan-rekannya lah yang memperkenalkan limau ke negeri-negeri Caribia.

Pada abad ke 16, limau tumbuh di Amerika Serikat. Selain Amerika, produsen limau saat ini adalah Brazil dan Mexico.

Baik lemon maupun limau itu adalah sumber yang bagus untuk vitamin C. Karena tubuh manusia itu tidak bisa menyimpan vitamin C, maka kita membutuhkannya dalam diet harian.

Sebuah artikel tahun 2009 di Environmental Nutrition mencatat bahwa lemon itu punya vitamin C dua kali lebih banyak dibanding limau; satu butir lemon mengandung sekitar setengah dari jumlah kebutuhan harian untuk vitamin C.

Selain itu, kedua buah citrus ini mengandung potassium, juga antioxidant dan bioflavonoid yang memiliki kemapuan untuk mencegah kanker. Tapi apa kata para peneliti?

Kesehatan Jantung

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2008 di The American Journal of Clinical Nutrition, para peneliti Inggris mengamati hubungan antara jumlah vitamin C, seperti yang terdapat pada lemon dan limau, di dalam plasma darah, dengan resiko dari timbulnya stroke, di dalam populasi Inggris.

Para peneliti menganalisa ulang data dari 20.649 pria dan wanita yang berusia antara 40 sampai 70 tahun. Pada saat data dikumpulkan, tidak satupun dari subjek yang mengalami stroke.

Seiring waktu, dari jumlah tersebut, terdapat 448 kasus stroke. Para subjek yang paling tinggi konsentrasi plasma vitamin C nya memiliki 42 persen penurunan dalam resiko dari stroke dibanding subjek yang konsentrasi plasma vitamin C nya paling rendah.

Para peneliti mencatat bahwa, ‘‘Tingkat konsentrasi plasma vitamin C itu mungkin bertindak sebagai ciri biologis mengenai gaya hidup atau faktor-faktor lain yang berhubungan dengan pengurangan resiko stroke, dan mungkin bermanfaat dalam mengidentifikasi mereka yang beresiko tinggi terkena stroke.’’

Dalam sebuah studi serupa yang dipublikasikan tahun 2002 di Stroke, para peneliti Finlandia mencoba untuk mengetahui apakah jumlah vitamin C di dalam plasma darah itu bisa mengurangi resiko dari stroke pada pria yang hypertensi dan overweight dari Finlandia bagian timur.

Studi perspektif berbasis populasi yang dilakukan selama 10,4 tahun ini menyertakan 2.419 pria yang dipilih secara acak, dengan usia antara 42 sampai 60 tahun. Pada basis dasar, tidak satu pun dari para peserta ini yang pernah mengalami stroke.

Selama masa studi, 120 peserta mengalami stroke. Dari jumlah tersebut, 96 adalah ischemic dan 24 hemorrhagic.

Para peneliti menemukan bahwa pria dengan level plasma vitamin C terendah punya 2,4 kali lebih tinggi dalam resiko untuk terkena stroke manapun dibanding pria dengan level vitamin C tertinggi.

Mereka mencatat bahwa, ‘‘Level plasma vitamin C yang rendah itu berhubungan dengan peningkatan dari resiko stroke, terutama diantara para pria yang hypertensi dan overweight.’’

Dalam studi lintas batas yang dipublikasikan tahun 2006 di The American Journal of Clinical Nutrition, para peneliti Inggris menganalisa ulang apakah diet yang tinggi dalam jumlah asupan dan sirkulasi konsentrasi vitamin C itu bisa mencegah penyakit jantung ischemic, yaitu sebuah kondisi medis dimana terdapat kekurangan dalam jumlah darah dan oksigen yang mencapai otot-otot jantung.

Studi ini menyertakan 3.258 pria, berusia antara 60 sampai 79 tahun, dan tidak terdiagnosa memiliki myocardial infarction, stroke, atau diabetes. Semua pria ini diambil dari 24 kota di Inggris.

Para peneliti menemukan bahwa diet yang tinggi dalam sumber-sumber vitamin C, misalnya lemon dan limau, itu berhubungan dengan 45 persen pengurangan resiko dari peradangan (dengan memperhatikan aspek dari level protein C-reactive).

Dan, jumlah asupan yang tinggi dari buah-buahan itu berhubungan dengan 25 persen pengurangan resiko dari peradangan.

Para peneliti menyimpulkan bahwa, ‘‘vitamin C itu memiliki efek anti peradangan dan berhubungan dengan penurunan endothelial dysfunction pada pria yang tidak pernah mengalami penyakit jantung atau diabetes.’’

Kambuhnya Batu Ginjal

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2007 di The Journal of Urology, para peneliti di Duke University Medical Center in Durham, North Carolina, mencoba untuk menentukan apakah terapi lemonade itu bermanfaat untuk mengatasi hypocitraturia, suatu kondisi medis dimana terdapat level rendah dari urinary citrate yang dikeluarkan, sehingga menempatkan orang pada peningkatan resiko dari pembentukan batu ginjal.

Studi ini menyertakan 4 pria dan 7 wanita, dengan usia rara-rata 52,7 tahun. Para subjek dirawat dengan terapi lemonade selama rata-rata 44,4 bulan. Terapi lemonade terdiri dari konsentrasi jus lemon sebanyak 120 ml per hari yang mengandung 5,9 g citric acid.

Jus tersebut dicampur dengan dua liter air dan dikonsumsi sepanjang hari. Kelompok kontrol juga terdiri dari 4 pria dan 7 wanita, dengan usia rata-rata 54,4 tahun. Mereka dirawat dengan potassium citrate selama rata-rata 42,5 bulan.

Para peneliti menemukan bahwa dari 11 orang yang berada pada terapi lemonade, 10 diantaranya mengalami peningkatan dalam level urinary citrate; semua orang yang berada dalam kelompok kontrol mengalami peningkatan dalam level urinary citrate.

Selain itu, selama terapi lemonade, pembentukan batu ginjal menurun dari 1,00 per orang per tahun menjadi 0,13 per tahun.

Para peneliti mencatat bahwa, ‘‘Karena efek citraturic nya yang signifikan, terapi lemonade itu tampaknya bisa menjadi alternatif untuk penderita hypocitraturia yang tidak toleran terhadap terapi jalur pertama.’’

Kanker Gastric

Dalam sebuah studi tahun 2008 di Gastric Cancer, para peneliti Korea dan Kanada menyelidiki hubungan antara jumlah asupan dari citrus, dengan resiko dari kanker gastric (perut).

Setelah mencari di database elektronik dan di daftar referensi dari berbagai publikasi, para peneliti menemukan 14 artikel yang membahas topik tersebut. Artikel-artikel ini menyertakan 6 studi kasus-kontrol berbasis rumah sakit, 6 studi kasus kontrol berbasis komunitas, dan dua studi kelompok.

Para peneliti menemukan bahwa sebuah jumlah asupan yang tinggi dari citrus, misalnya yang terdapat pada lemon dan limau, itu berhubungan dengan 28 persen pengurangan dalam resiko dari kanker perut.

Mereka mencatat bahwa, ‘‘terdapat hasil-hasil studi yang mendukung sebuah efek perlindungan dari jumlah asupan buah citrus yang tinggi terhadap resiko dari kanker perut.’’

Peringatan!

Dalam sebuah studi 20 minggu di laboratorium yang dipublikasikan tahun 2009 di General Dentistry, Mohammed A. Bassiouny, DMD, MSc, PhD, dari Kornberg School of Dentistry, Temple University di Philadelphia, Pennsylvania, mengekspose gigi pada dua jenis soda, teh hitam dan hijau, dan tiga jenis jus, termasuk jus lemon.

Cuka dan air bertindak sebagai kontrol. Dr. Bassiouny menemukan bahwa jus lemon ‘‘menunjukkan tingkat kerusakan erosi tertinggi pada topographi dan morfologi email dalam empat minggu pertama.’’

Selain itu, ‘‘Diantara contoh-contoh jus lemon, mayoritas dari pelindung email hilang setelah 4 minggu. Pada minggu ke 8, coronal dentin core dan root trunk yang diekspose menunjukkan suatu kekasaran konsisten sehingga serpihan-serpihan bisa dimasuki dengan mudah, meski tidak ada perubahan dalam dentin yang terlihat.’’

Meski hasil-hasil ini mungkin mengejutkan, tapi itu seharusnya tidak menjadi penyebab bagi orang untuk menghindari lemon dan limau. Orang harus ingat bahwa saliva dan konsumsi cairan itu mengurangi sebagian dari erosi.

Selain itu, setelah diekspose pada makanan-makanan acidic, mungkin akan bermanfaat jika segera membilas atau menyikat gigi.

Nah, haruskah lemon dan limau disertakan ke dalam diet? Sudah pasti.