Makanan Sehat - Jamur

Menurut dongeng, bangsa Mesir percaya bahwa jamur itu adalah sebuah tanaman keabadian.

Itulah apa yang diindikasikan oleh tulisan-tulisan mereka, yang dikenal sebagai hieroglyphics, 4.600 tahun yang lalu.

Bahkan, diceritakan bahwa para pharaoh, atau raja-raja Mesir, memutuskan bahwa mushrooms itu hanya boleh di makan oleh para anggota keluarga kerajaan. Masyarakat umum bahkan tidak boleh menyentuhnya.

Tentu, karena diasumsikan bahwa orang-orang biasa lah yang mempersiapkan makanan untuk para bangsawan, berarti dongeng tersebut telah gagal untuk menjelaskan bagaimana itu bisa dilakukan.

Meski demikian, pada tahun-tahun terakhir, berbagai jenis jamur menjadi semakin populer. Dan setiap tahun, ratusan juta pound terjual di Amerika Serikat.

The American Jamur Institute mencatat bahwa untuk penjualan tahun 2007 sampai 2008, hasil panen jamur di Amerika Serikat mencapai 809 juta pound. Dari jumlah tersebut, yang paling laris adalah jenis white button (Agaricus bisporus). Sebagian besar dari jamur tersebut tumbuh di Pennsylvania.

Selama bertahun-tahun, telah ditetapkan bahwa jamur, yaitu fungus, itu adalah makanan yang sangat rendah kalori, banyak mengandung serat dan tidak mengandung lemak. Baru-baru ini, telah diketahui bahwa jamur juga mengandung sejumlah kecil vitamin dan mineral, misalnya potassium, selenium, dan copper.

Jamur bahkan memiliki antioxidant ergothioneine yang belum begitu dikenal, dan amino acid glutamate dalam jumlah yang tinggi. Jadi, anda seharusnya tidak merasa heran jika banyak peneliti yang merasa bahwa studi-studi mengenai jamur itu menarik.

Meski mungkin baru sedikit hasil penelitian yang mereka publikasikan di berbagai media publikasi, tapi para peneliti jamur bahkan sudah memiliki journal penelitian mereka sendiri, yaitu International Journal of Medicinal Mushrooms, selain dari American Mushroom Institute yang mempublikasikan Mushroom News.

Kanker

Sejumlah besar porsi dari penelitian mengenai jamur muncul untuk difokuskan pada penggunaan jamur sebagai bagian dari usaha terus menerus untuk mencegah dan mengatasi berbagai jenis kanker.

Misalnya, sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2008 di British Journal of Cancer, menguraikan penelitian di Methodist Research Institute, Indianapolis, Indiana, dimana sebuah ekstrak dari jamur Asia kuno, Phellinus linteus (PL), ditambahkan pada cell-cell kanker payudara yang agresif.

Para peneliti menemukan bahwa saat di ekspose pada Phellinus linteus, cell-cell kanker payudara berkembang pada tingkat yang lebih lambat dan kurang agresif.

Selain itu, cell-cell yang di ekspose mengalami penurunan dalam kemampuannya untuk membentuk saluran-saluran darah yang diperlukan dalam perkembangan tumor, dan menghentikan aksi dari sebuah enzim, AKT, yang diperlukan untuk pembentukan saluran-saluran darah dan pertumbuhan cell-cell.

Mengomentasri penelitian ini, para peneliti menulis, ‘‘Dari data yang dikumpulkan, studi kami ini menyiratkan sebuah potensi efek therapeutic dari PL terhadap serangan kanker payudara.’’

Dalam sebuah artikel tahun 2008 di Current Medical Chemistry, para peneliti di Beth Israel Deaconess Medical Center, Boston, mengeluarkan sebuah klaim yang lebih kuat untuk PL.

Mereka mencatat bahwa, terdapat bukti yang kuat bahwa PL menyebabkan kematian cell-cell dari berbagai jenis kanker ‘‘tanpa menyebabkan efek keracunan apapun pada cell-cell normal.’’

PL juga sepertinya memiliki ‘‘kemampuan untuk meningkatkan efek dari beberapa obat chemotherapeutic konvensional.’’ Sebagai hasilnya, ‘‘PL (mungkin) akan menjadi suatu kandidat yang menjanjikan sebagai suatu agent anti-kanker alternatif atau synergizer untuk obat-obatan anti-tumor yang sudah ada.’’

Tapi, bukan cuma jenis jamur exotis yang telah dihubungkan dengan pencegahan dan atau pengobatan kanker. Para peneliti di Beckman Research Institute of the City of Hope di Duarte, California, telah mempelajari jamur white button.

Semua jamur tersebut mengandung phytochemical conjugated linoleic acid, yang sudah dikenal memiliki kemampuan anti-kanker. Dengan menggunakan tikus laboratorium, para peneliti menyimpulkan bahwa tikus yang memakan jamur itu mengalami penurunan dalam pertumbuhan kanker payudara.

‘‘Studi-studi menunjukkan bahwa ekstrak jamur mengurangi perkembang biakan cell-cell tumor dan berat tumor tanpa memberikan efek pada tingkat apoptosis (kematian cell).’’

Dalam sebuah artikel 2008 yang muncul di Mushroom News, pemimpin penelitian, Shiuan Chen, PhD, mengatakan, ‘‘Memakan jamur akan menjadi suatu intervensi yang mudah. Itu bisa menyediakan sebuah pilihan makanan utuh yang hemat untuk pengurangan resiko kanker.’’

Sebuah artikel tahun 2007 di Urology Times menjelaskan penelitian yang dilakukan oleh Jackilen Shannon, PhD, MPH, dari Oregon Health & Science University Cancer Institute, yang dipresentasikan pada meeting American Association of Cancer Research yang berlangsung di Boston.

Dr. Shannon mengamati konsumsi dari makanan-makanan yang banyak mengandung folate, misalnya jamur, dan alkohol diantara dua kelompok veteran.

Kelompok pertama menyertakan 137 pria yang di diagnosa menderita kanker prostat; kelompok kedua menyertakan 238 pria yang memiliki level PSA normal (PSA adalah test darah yang digunakan untuk mendeteksi kanker prostat.)

Dr. Shannon menemukan bahwa pria yang paling banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan folate, memiliki kemungkinan 52 persen lebih kecil untuk mengalami kanker prostat. Sebagai hasilnya, Dr. Shannon menteorikan bahwa makanan yang banyak mengandung folate itu memberikan sebuah perlindungan terhadap kanker prostat.

Dan, seperti yang sudah dicatat bahwa jamur P. linteus juga tampak bermanfaat untuk kanker prostat. Para peneliti di Boston University School of Medicine menemukan bahwa jamur kuno meningkatkan efek-efek dari chemotherapy dalam membunuh cell-cell kanker prostat.

Juga terdapat bukti yang kuat bahwa jamur mungkin bisa menjadi suatu sarana untuk pencegahan dan atau pengobatan berbagai jenis kanker lainnya.

Dalam sebuah studi tahun 2002 yang dipublikasikan di The Journal of Alternative and Complementary Medicine, para peneliti di National University of Singapore mempelajari efek penggunaan lentinan (dari jamur shiitake) terhadap kanker usus pada tikus.

Para peneliti menemukan bahwa lentinan memang ‘‘menghambat pengembangan dari tumor-tumor pada tikus.’’

Dan, dalam sebuah penelitian yang mengejutkan di New York Medical College, Sensuke Konno, PhD, mengamati efek-efek dari delapan agent natural terhadap cell-cell kanker kantung kemih.

Meski tidak ada efek dari enam agent yang diuji, tapi dua agent lainnya, yaitu sebuah bahan aktif di dalam jamur maitake dan sebuah ekstrak dari meshimakobu (nama Jepang untuk P. linteus) mengurangi perkembangan cell-cell kanker sebanyak lebih dari 90 persen selama periode 72 jam.

Hasil yang serupa di dapat saat konsentrasi yang lebih rendah dari agent-agent tersebut di gunakan secara bersamaan dengan vitamin C dosis rendah.

Dr. Konno menyimpulkan bahwa, ‘‘Itu berarti adalah mungkin bahwa zat-zat ini bisa digunakan, sendiri-sendiri atau dikombinasikan dengan cara-cara konvensional, untuk perawatan dari kanker kantung kemih.’’

Kesehatan Tulang

Telah terdokumentasi dengan baik bahwa orang Amerika cenderung memiliki level vitamin D yang sangat rendah di dalam darah mereka. Seringkali, orang Amerika terlalu sedikit mendapat sinar matahari untuk mengijinkan tubuh mereka agar bisa menghasilkan vitamin D.

Dan, tanpa level vitamin D yang cukup, tubuh jadi tidak mampu untuk mempertahankan penyerapan kalsium dan kesehatan tulang. Ini mungkin mengarah pada osteopenia atau yang lebih serius lagi, osteoporosis.

Meski vitamin D mungkin ditambahkan ke dalam berbagai makanan, tapi hanya sedikit dari makanan tersebut yang benar-benar mengandung vitamin D.

Jamur memiliki sedikit vitamin D. Namun, saat jamur di ekspose pada sinar ultraviolet, mereka menjadi suatu sumber yang kaya akan vitamin ini.

Sebuah artikel tahun 2008 di Business Wire dan sebuah issue tahun 2009 di Tufts University Health & Nutrition Letter menjelaskan bahwa para peneliti di USDA’s Agricultural Research Service bergabung dengan Monterey Mushroom (organisasi penanam jamur di California) untuk menciptakan jamur yang banyak mengandung vitamin D.

Jadi, tiga ons jamur Sun Bella yang diekspose pada sinar UV-B, memiliki 100 persen dari jumlah asupan vitamin D harian yang direkomendasikan.

Pengurangan Berat Badan

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2008 di Appetite, para peneliti dari Johns Hopkins University merekrut 54 pria dan wanita. Selama empat hari, sebagian peserta mendapat sebuah menu makan siang berupa daging; sebagian lain mendapat menu makan siang berupa jamur.

Pada minggu berikutnya, para subjek memakan menu yang berlawanan selama empat hari berikutnya. Makanan daging rata-rata memiliki 420 kalori dan 30 gram lemak lebih banyak per hari di banding makanan jamur.

Tapi kedua kelompok memiliki rating rasa kenyang, ketertarikan terhadap makanan dan tingkat kepuasan yang sama setelah makan.

Para peneliti merasa tertarik dengan fakta bahwa para subjek tampaknya mau menerima jamur sebagai makanan pengganti untuk daging, dan tidak mencoba untuk mengganti kalori yang kurang dengan cara makan lebih banyak ke esokan harinya.

Nah, apakah jamur itu adalah sebuah pilihan makanan yang bagus? Tentu. Dan, anda harus menjadikannya sebagai bagian integral dari diet anda.